Surga Ketujuh
1. Rasminah | 2. Hadijah | 3. Peminangan yang ditolak | 4. Marsiti | 5. Kasimin | 6. Dimabuk cinta | 7. Tamu yang tidak diundang | 8. Tertolong | 9. Bibi dan keponakan | 10. Pengaruhnya uang | 11. Terusir | 12. Bertemu | 13. Berkumpul Kembali | 14. Surga Ketujuh
1. Rasminah
[sunting]LOHOR...
Awan-awan tebal ada menutupi cahayanya matahari, sebagaimana sering terjadi ditempat-tempat disekitarnya bilangan Puncak.
Ditepi Telaga Warna, itu telaga yang terkenal permai dibilangan Preanger, ada kelihatan sangat teduh hingga menambahkan kecantikannya pemandangan diitu tempat. Puhun-puhun besar dengan daun-daunnya yang lebat membikin lebih teduh lagi satu pinggirnya itu telaga, dimana ada kelihatan sejumlah gadis-gadis sedang memancing ikan, sembari menyanyi dengan gumbira, sebagai juga mereka tidak perdulikan atau kenal sama kesukaran dunia...
Antara gadis-gadis itu adalah Rasminah yang paling cantik dan suaranyapun lebih merdu dari yang lain-lain.
Mereka bercanda, saling mengganggu satu sama lain. Mereka tertawa karena lucunya ceritera yang dituturkan oleh satu gadis itu.
Diluar tahu mereka, yang mengira sedang berada ditempat tertutup besar ada mengintip Parta, satu pemuda mata keranjang. Parta awaskan Rasminah dengan mata terbuka besar, karena kagum sama kecantikannya paras dan merdunya suara gadis itu, siapa ia telah rindukan buat sekian lamanya, tetapi tidak diladeni oleh Rasminah.
Jalannya waktu tidak dirasakan oleh gadis-gadis itu, begitupun oleh Parta. Sebagai juga hendak menjaili gadis-gadis itu sang ikan pun tidak mau samper dan makan umpan diujung pancing mereka. Akhirnya... pancingnya Rasminah dapat juga memakan korban. Rasminah tarik pancingnya dan seekor ikan yang masih berkelèjètan kelihatan dimana ujung tali pancing. Gadis kita lemparkan ikan itu ketepi telaga, sembari berbangkit dari duduknya akan memburu ketempat dimana ikan itu telah jatuh. Dengan tertawa girang ia pungut ikan itu, kemudian lalu melarikan diri dari dampingnya kawan-kawannya akan pulang kerumah bibinya dimana ia ada menumpang, karena Rasminah pun ada satu gadis piatu yang tinggal sama bibinya yang tidak melihat, siapa ia rawat dengan teliti dan rajin. Rasminah musti pulang, karena hari sudah dekat sore dan rumahnya ada jauh juga.
Suara tertawanya Rasminah yang penuh kegembiraan jadi berenti mendadak, sedang parasnya yang bergirang pun berobah menjadi ketakutan, ketika ia melihat Parta keluar dari tempat sembunyinya dan jalan menyamperkan dia. Rasminah lemparkan ikan yang ada ditangannya dan dengan sepenuhnya tenaga lalu melarikan diri, sedang Parta pun mulai mengudak dari belakangnya.
Disepanjang tepi sungai Rasminah ulur kakinya. Semangkin dekat Parta mendatangi. Rasminah menengok kebelakang dan dapat lihat Parta tidak seberapa jauh lagi dari dia. Rasminah jadi semangkin ketakutan; ia hendak lari lebih cepat lagi, tetapi sang kaki tidak bisa turuti kemauan hatinya. Dalam takutnya, Rasminah berteriak minta tulung.
Parta datang semangkin dekat. Lagi sedikit saja, ia akan bisa dapat pegang pada Rasminah, itu gadis yang ia rindui, dan rangkul tubuhnya...
Husin, satu landmeter muda, yang sedang melakukan pekerjaannya didekat tempat itu, telah dapat dengar suara teriakannya Rasminah. Ia menengok dan dapat lihat Parta sedang mengeyar Rasminah. Meskipun tidak kenal pada gadis itu, maopun pada Parta, tetapi Husin yang dapat lihat seorang perempuan muda sedang dikejar oleh satu lelaki. sudah tidak bisa biarkan hal demikian dengan tidak campur tangan. Ia tinggalkan theodolitenya dan lantas lari akan cegat perjalanannya Parta yang sedang mengejar Rasminah.
Rasminah lari, tetapi kakinya sudah mulai lemas. napasnya pun mulai sengal-sengal...Ia ingin bisa mempunyai sayap akan terbang atau mempunyai kesaktian akan masuk kedalam tanah, supaya bisa loloskan diri dari Parta yang ganas itu. Rasminah kesandung dan jatuh. Parta mendatangi semangkin dekat...
Parta bergirang melihat Rasminah terjatuh. Lagi beberapa tindak saja dan ia akan bisa dapat pegang gadis itu. Mendadak satu jotosan yang jitu sudah bikin ia melayang dan kejebur kedalam sungai...
Rasminah lihat kejadian itu dengan hati legah. Ia bergirang dan bersukur. Rasminah bangkit dari jatuhnya dan, dengan tidak mengucapkan terima kasih lagi pada penolongnya, ia meneruskan perjalanannya pulang.
Husin berdiri ditepi sungai dengan tidak perdulikan lagi pada Rasminah dan awaskan Parta yang sedang gelagapan dalam air, tertawakan pemuda yang dalam kesukaran itu. Parta yang sudah diserang dengan mendadak oleh Husin, tahu-tahu dirinya sudah terjebur dalam sungai, jadi sangat dongkol pada landmeter muda itu, tapi buat sementara itu tidak bisa berbuat lain selainnya dari pada berdaya akan loloskan dirinya dari bahaya terbawa hanyut oleh air sungai...
____________
2. Hadijah
[sunting]HARI sudah jadi semangkin sore. Permainya alam, terangnya cuaca, meskipun tertutup dengan gundukan-gundukan awan dan kesunyiannya tempat itu, yang cuma kadang-kadang saja terganggu oleh suara ocèhannya burung-burung, sebagai juga menjadi kaca bagi perasaan hati Hadijah yang tidak melihat.
Lagu yang ia perdengarkan dengan gitarnya, diikuti dengan suara nyanyian yang perlahan, meskipun ada lagu yang menggembirakan, ada menimbulkan juga perasaan mengharukan bagi yang mendengar.
Dari jauh Rasminah sudah dapat dengar suara gitar yang ditabuh oleh bibinya. Ketika sudah datang dekat kepekarangan rumah, Rasminah perlahan-lahan tindakannya dan dengan jalan berindap-indap menyamperkan Hadijah yang sedang duduk disatu bangku kebon dibawahnya satupohon besar. Rasminah biarkan Hajijah mainkan gitarnya dan menyanyi, dengan tidak menegur suatu apa. Iapun tidak kasih kentara yang ia berada didekat situ.
Dari parasnya Hadijah orang bisa dapat kenyataan bahwa perempuan yang tidak melihat itu ada kenangkan apa-apa dengan memainkan lahu yang sedang dinyanyikan itu. Ketika sudah habis menyanyi dan berhenti tabuh gitarnya, Hadijah bingung seketika lamanya, dengan paras sedih, kemudian ia menghela napas panjang dan berkata seorang diri:
Apakah aku nanti bisa bertemu lagi padanya di dunia ini, akan menyatakan aku punya perasaan menyesal, sudah berlaku begitu terburu napsu, Aku merasa pasti ia masih hidup, tapi dimana?"
Rasminah yang sedari tadi berdiri diam mengawaskan kelakuannya sang bibi, samperkan Hajijah dan berkata:
"Kenapa bibi suka meinkan itu lagu yang selalu bikin bibi jadi sedih?”
Hadijah tidak lantas menyahut, hanya kembali menghela napas. Kemudian dengan mengusut ia pegang pundaknya Rasminah, siapa ia tarik semangkin dekat dan berkata:
"Aku nyanyikan itu lagu saban hari, sebab meskipun betul ia bikin aku jadi sedih, tetapi ia bikin juga aku jadi terkenang sama apa yang sudah terjadi, hingga merupakan juga satu hiburan bagiku”.
"Bagaimana bisa jadi hiburan jika menyebabkan juga kesedihan?” Rasminah bertanya.
"Jika kau tidak tau riwayatku tentu juga kau tidak bisa artikan maksudku”, Hadijah menjawab.
"Ceriterakanlah, bibi, saya ingin sekali mendengar itu”, Rasminah mengundang.
Hadijah tidak lantas menyahut, hanya bingung sebentar, kemudian, sesudah menghela napas, barulah berkata:
"Baiklah aku nanti tuturkan itu. duduklah disini, diselahku, Ras!”
Rasminah lalu duduk disebelahnya Hadijah, sedang satu tangannya masih terus dipegang oleh bibinya.
"Riwayatku panjang dan menyedihkan”, begitulah Hadijah mulai "tetapi baik juga buat kau dengar supaya bisa dibuat kaca dalam penghidupanmu”.
Hadijah berhenti berkata-kata sebentar, sembari pentil gitarnya dengan perlahan, kemudian teruskan ceriteranya:
"Ayahku, Ras, ada seorang hartawan yang beradat sangat kukuh dan kemaoannya selalu bertentangan dengan hatiku. Aku sangat suka sama muziek, tapi ia sangat tidak setuju, hingga terpaksa aku mesti pelajari itu dengan diam-diam, diluar tahunya. Antara pegawainya ada satu pemuda, Kasimin, yang cintakan aku, dan akupun mencintakan dia. Ia ada seorang pemuda pendiam dan tahu diri, hingga tidak berani majukan lamaran bagi diriku pada ayahku, siapa dengan bertentangan sama perasaan hatiku. sudah terima baik lamarannya seorang hartawan buat anaknya yang bukan saja ada satu dogol, tapi juga satu pemogaran dan penjudi besar. Karena kuatir ayahku nanti paksa juga aku menikah sama pemuda itu, aku dan Kasimin akhirnya sudah melarikan diri, sesudah menikah dengan diam-diam, dari rumahnya orang tuaku, yang dalam gusarnya sudah tidak mau aku anak lagi padaku. Kita datang di Betawi dan sewa rumah di Poncol, dimana Kasimin dengan uwang cèlènganku yang beryumlah besar yuga telah mulai berdagang. Saban hari pada jam 5 sore, kendati lagi bagaimana tidak sempat juga. ia tentu pulang akan ketemui aku, akan mainkan itu lagu "Sorega ke-Tujuh” bersama-sama, karena lagu itu ada menjadi symbool dari percintaan dan penghidupan kita. Dagangannya Kasimin dapat kemajuan bagus dan 5 tahun lamanya kita telah hidup dalam keberuntungn. Tapi sebagaimana sudah lumrahnya dalam dunia ini, segala apa tidak ada yang kekal, karena pada suatu hari, lantaran terburu napsu, aku sudah bikin luka hatinya Kasimin yang beradat keras dan sedarioitu ketika, keberuntunganku telah menjadi musnah, sebagai juga asap tertiup angin...".
Hadijah tidak bisa teruskan ceritanya, karena tertindih oleh perasaan sedih. Sesa'at lamanya ia tinggal bingung, sehingga Rasminah jadi berkata:
"Jika menuturkan riwayat itu bikin bibi jadi sedih, baiklah jangan teruskan”
Hadijah usap-usap badannya Rasminah, kemudian teroskan riwayatnya:
"Pada suatu sore selagi udara ada sedikit mendung dan karena ketanggungan masak, aku sudah datang sedikit laat ketempat dimana kita biasa duduk-duduk. Ketika aku lagi jalan ketempat itu, aku dapat lihat suamiku sedang bicara dengan asik dengan seorang perempuan muda. Karena ingin tahu apa yang sedang dibicarakan oleh mereka aku sudah tidak lantas menyamperkan, hanya dengan jalan berindap-indap aku sembunyikan diri dibelakang satu puhun tanjung besar, tidak jauh dari tempat mereka sedang bicara. supaya dapat mendengarkan pembicaraan mereka. Apa yang aku dengar adalah suamiku sedang berkata pada perempuan itu:”
"Maskipun apa yang sudah terjadi, kecinta'anku bagimu tidak menjadi kurang. Aku nanti rawat anak itu dengan baik". sedang perempuan itu kelihatan sebagai orang baru habis menangis. jawabnya perempuan itu bikin darahku jadi meluap dan perasaan cemburuan jadi timbul, karena ia bilang:
"Aku merasa sukur sekali yang cintamu tidak berobah, Hatiku sekarang merasa legah”
"Sesudah berkata begitu perempuan itu lantas berlalu. Tersurung oleh perasaan gusar dan cemburuan, bukannya aku lantas minta keterangan lebih jauh sama suamiku, hanya begitu lekas perempuang itu berlalu. Ketika itu ia lagi duduk bingung sebagai orang sedang berpikir keras. Kegugupannya ketika mendengar aku memaki sudah bikin aku jadi tambah gusar dan tambah cemburuan. hingga aku telah ucapkan perkataan-perkataan yang bukan mestinya, yang mana sudah bikin luka hatinya. Keterangannya yang perempuan itu ada saudaranya aku sudah tidak percaya, karena ia belum pernah kasi tahu padaku yang ia ada mempunyai saudara perempuan, dan bikin aku jadi bertambah sengit. Aku punya ucapan-ucapan rupanya sudah bikin ia jadi gusar dan hilang sabarnya, karena akhirnya ia cuma berkata saja:
"Kalau kau tidak mau percaya omonganku, aku tentu tidak bisa paksa kau akan percaya kebenarannya keteranganku tadi. Aku sekarang mau berlalu dari tempat ini, karena aku tahu kau tentu tidak akan bisa mencinta lagi padaku sebagaimana biasa sehingga kau bisa buktikan kebenarannya perkataanku. Sebelumnya aku berlalu dari depanmu, aku cuma mau bilang saja yang sampai akhirnya jaman aku punya cinta buat kau tidak akan berobah. Meskipun dimana juga aku berada, sebegitu lama aku masih bernapas, dalam kesenangan atau kesusahan, saban hari pada waktu seperti ini semangatku nanti datang mengunjungi kau akan mencicipi lagi itu surga keberuntungan yang selama 5 tahun ini kita sudah rasakan bersama-sama. Sekarang selamat tinggal!”
Karena berada dalam kegusaran dan hati terbakar oleh perasaan cemburuan, aku sudah tidak perdulikan padanya dan biarkan saja ia berlalu dari hadapanku. Berhari-hari ia tidak pulang. Akupun bermula tidak pikirkan, karena masih merasa marah padanya dan kirakan saja yang ia lagi mengeram sama perempuan itu. Satu hari orang ramai ceritakan yang dipinggir kali Noordwiyk telah didapatkan satu mayat, yang karena sudah berada lama dalam air susah dikenali rupanya, tapi potongannya ada banyak mirip sama Kasimin. Mendengar kabar itu, kegusaranku jadi linyap dan aku lantas buru-buru pergi akan melihat mayat itu. Apa mau, ditengah jalan aku telah ketubtuk auto dan ketika kemudian aku sedar dari pangsanku, aku sudah berada dirumah sakit, sedang kedua mataku sudah tidak bisa melihat lagi. Sedari waktu itu, Ras, aku telah menjadi buta, tidak bisa melihat lagi, tidak bisa bedakan gelap dari terang, merah dari putih, sedang hatikupun sudah tidak mengenal keberuntungan lagi”.
Hadijah berhenti berkata,kata, akan menangis sesegukan, sedang Rasminah pun jadi turut bersedih mendengar riwayatnya sang bibi yang bercelaka itu. Sesudah berselang seketika lamanya, Hadijah teruskan riwayatnya:
"Ketika sudah sembuh dan boleh keluar dari rumah sakit, orang antarkan aku pulang kerumah, dimana aku kemudian dapat kabar bahwa mayat itu bukan mayatnya Kasimin, hanya seorang dari kampung Noordwiyk yang memang ada mempunyai penyakit ayan dan rupanya selagi mandi telah terserang penyakitnya dan jadi mati tenggelam. dengan pertolongannya satu tetanggaku aku jual semua barang dagangannya Kasimin dan pindah dari Betawi kesini, dimana aku lantas beli rumah ini. Sejak itu, aku sudah hidup dalam kedukaan dan penyesalan. Hiburanku satu-satunya adalah saban hari pada waktu begini akan berdiam disini sembari menyanyikan itu lagu "Surga Ketujuh” yang oleh Kasimin dianggap sebagai satu pengutaraan dari cintanya padaku. jika lagi nyanyikan lagu itu, aku rasakan sebagai juga benar Kasimin ada didekatku, sebagaimana katanya ketika hendak meninggalkan aku, yang pada waktu begini semangatnya akan datang mengunjungi aku”.
Hadijah tidak bisa teruskan ceritanya lebih jauh lagi, hanya kembali lalu menangis sesegukan. Rasminah lalu bujuki sang bibi supaya jangan terlalu berduka karena kuatir itu nanti mengganggu kesehatannya.
Diitu sa’at yang Hadijah lagi tuturkan riwayat penghidupannya pada Rasminah, adalah Kasimin, itu orang yang sedang diceritakan, pun lagi mementil gitarnya, dengan menyanyikan juga "Surga Ketujuh”, disatu kebon buah-buahan yang terletak dibilangan Tangerang. Sebagai juga Hadijah, Kasimin pun selalu kenangkan isterinya itu. Sebagai juga Hadijah, iapun ingin bisa berkumpul kembali sama isterinya yang ia cintakan itu, cuma saja perasaannya angkuh dan adat yang keras tidak mengizinkan ia mencari isterinya.
Saban sore iapun tentu tidak lupa akan mainkan lagu "Surga Ketujuh” sembari kenangkan pada keberuntungannya yang sudah-sudah. Ia merasa pasti yang suatu waktu ia tentu akan bisa bertemu dan berkumpul pula sama isterinya, cuma saja ia tidak tahu bahwa sang isteri itu sekarang sudah tidak melihat lagi!
____________
3. Peminangan yang ditolak
[sunting]BEBERAPA hari telah berlalu.
Pada suatu pagi selagi Hadijah berduduk sendirian dipertengahan reomahnya, karena Rasminah lagi masak didapur, Parta telah datang mengunjungi.
Sesudah dipersilakan duduk dan Parta menanyakan kesehatannya Hadijah, Parta, dengan rupa sangsi akhirnya telah menanya:
"Bagaimana, nyonya, bagaimana putusannya dengan saya punya lamaran buat dirinya nyonya punya keponakan?”
"Sebagaimana sudah berulang-ulang saya kasi tau pada tuan, Rasminah belum ada niatan akan menikah”, Hadijah menjawab.
"Akh, itu cuma satu alasan saja akan menolak lamaran saya. Saya ingin sekali mendapat tau, kenapa Rasminah begitu membenci sama saya. Saya kirimi uwang belanja ia tolak, saya kirimi pakaian ia kirim kembali. Apakah sebabnya?”
"Betul, tuan, Rasminah belum ada mempunyai niatan akan bersuami. jikan ia kelihatannya sebagai membenci sama tuan, itulah ada karena tuan punya perbuatan sendiri”.
"Saya punya perbuatan sendiri? Akh, mana bisa jadi? Apakah yang saya sudah berbuat?”, Parta menanya.
"Apakah tuan tidak merasa yang dengan selalu menyegat ia disini dan sana, dan kadang-kkadang juga kejar-kejar padanya, tuan tidak bikin ia jadi ketakutan dan dengan begitu jadi membenci sama tuan?”
Parta jadi bingung. Sekarang barulah ia merasa bahwa perbuatannya yang ceriwis itu tidak betul adanya — bikin ia jadi dibenci oleh Rasminah. Apakah ia nanti bisa bikin betul kesalahannya itu dan apatah yang ia musti berbuat supaya bisa dapatkan kecinta’annya Rasminah yang ia sangat rindukan? Parta jadi terdiam, tidak berkata-kata buat seketika lamanya. Hadijah berkata lagi: "Sudahlah, tuan, buat apa tuan mesti begitu maui Rasminah. Tokh masih banyak gadis lain yang bukan saja parasnya ada lebih elok dari Rasminah, tapi pun lebih terpelajar dan derajatnya lebih tinggi dari dia”.
"Saya ingin beristerikan Rasminah, nyonya”, ujarnya Parta, "karena saya cintakan ia dengan segenap hati saya. Saya nanti bikin ia jadi beruntung. Begitu pun nyonya”.
"Tapi Rasminah tidak menyinta tuan”, Hadijah menjawab: "bagaimana tuan bisa bikin ia jadi beruntung?”
"Kalau nyonya suka izinkan saya menikah dengan Rasminah, nanti pun Rasminah tentu bisa mencinta saya. Saya nanti iringkan semua kemauannya, kasi ia tinggal dirumah gedong, pakaian yang bagus-bagus, barang permata yang berharga mahal dan hidup dengan senang dan serba cukup”.
"Apa tuan kira dengan uang tuan bisa bikin orang jadi beruntung dan mencinta sama tuan?”
"Bukan begitu, yang saya maksudkan, nyonya. Saya mau bilang yang saya nanti bikin Rasminah hidup dalam serba cukup dan kesenangan. Dengan pelahan ia tentu nanti bisa mencinta sama saya”.
"Tuan punya anggapan ada kliru. cinta tidak bisa dibeli dengan harta dunia, cinta ada datu perasa’an suci yang tidak gampang bisa dipengaruhi oleh kementerengan dan uang. jika tuan punya kedatangan cuma ada buat itu urusan saja, baiklah tuan pulang saja, sebab saya tidak bisa terima tuan punya lamaran buat Rasminah, bukan saja karena Rasminah tidak cinta tuan, tapi juga sebab tuan sudah mempunyai isteri. Semua orang tahu yang tuan Parta ada beristerikan Marsiti”.
"Marsiti cuma satu istri piara’an saja. Saya punya kedua orang-tua tidak tau yang saya piara Marsiti itu. Kalau nyonya suka kasihkan Rasminah sama saya, saya nanti buang Marsiti itu dan kawin sama Rasminah”.
"Sudahlah, tuan, tidak perlu tuan rundingkan ini hal lebih jauh. Saya sudah bilang yang saya ta’ bisa terima tuan punya lamaran buat dirinya Rasminah”.
Mendengan itu ucapan, Parta punya paras lantas berobah menjadi beringas. Ia bangkit dari krosinya dan dengan tidak ucapkan sepatah perkata’an lagi, lantas saja ia berjalan keluar, tinggalkan Hadijah sendirian diitu ruangan.
Mendengar Parta sudah berlalu, Hadijah lantas menarik napas legah dan dengan suara sedikit keras lalu panggil Rasminah, yang tidak lama kemudian kelihatan keluar menyamperkan pada sang bibi. Hadijah persilakan Rasminah duduk didekatnya, kemudian berkata:
"Kau tentu bisa duga apa maunya Parta itu dengan iapunya kedatangan disini?”
"Ya, bibi.”
"Bagaimana pikiranmu sekarang. Apa kau mau bersuamikan dia?”
"Saya lebih suka mati dari pada musti bersuami sama Parta, bibi”.
"Jika kau selalu tolak lamarannya ia tentu berdaya terus akan dapatkan kau. Kalau kau punya pikiran tetap begitu, kau harus berlaku hati-hati terhadap dia, yang terkenal sebagai satu pemuda mata keranjang, yang tidak sungkan akan gunakan segala daya buat bisa sampaikan maksudnya”.
Mendengar itu omongan Rasminah punya paras berobah menjadi sedikit pucat. Ia manggutkan kepalanya, kemudian ketika ingat bahwa sang bibi tidak bisa melihat, ia berkata: "Ya, bibi, saya nanti berlaku hati-hati”.
Sesudah ucapkan itu perkata’an Rasminah lalu berbengkit dari duduknya dan jalan masuk kedalam rumah.
Satu malam telah berlalu dengan cepat. Esok paginya selagi Rasminah duduk menjait, dengan disebelahnya duduk Hadijah, Rasminah berkata pada sang bibi:
"Bibi, beras sudah hampir habis lagi, sedang uang simpanan bibi pun cuma tinggal sedikit saja. Ras sekarang sudah besar dan bisa menjaga diri dengan baik. Apakah tidak lebih baik kalau Ras pergi saja ke Betawi dan mencari pekerja’an disana? Dengan begitu bukan saja bisa mencari uang, tapi pun Ras bisa jauhkan diri dari Parta”.
Hadijah tidak lantas menyahut hanya berdiam dulu sebentar sebagai orang lagi berpikir, kemudian lalu berkata:
"Kalau kau mau pergi ke Betawi akan mencari pekerja’an kau boleh tinggal menumpang dirumahnya tuan Mustapa, aku punya kenalan lama. Tapi disana kau jangan sembarangan bergaul sama orang dan harus jaga diri dengan baik”.
"Tentu saya nanti jaga diri dengan baik, bibi. Kalau Ras sudah dapat pekerja’an, Ras nanti balik kemari akan ambil bibi buat pindah ke Betawi”.
"Kalau kau punya niatan sudah tetap begitu, baiklah kau bikin persedia’an akan berangkat ke Betawi. Besok atau lusa kau boleh pergi, supaya jangan dapat gangguan lebih jauh dari Parta”.
"Kalau bibi bilang begitu, baiklah lusa saja Ras berangkat, sebab Ras mau pesan teman-teman dulu supaya mereka lihat-lihat dan bantu rawati bibi selama Ras lagi tidak ada dirumah”.
Sesudah berkata demikian Rasminah lalu berbangkit dan masuk kedalam kamarnya, untuk pakaiannya yang hendak dibawa ke Betawi.
____________
4. Marsiti
[sunting]DALAM sebuah gedong kecil yang diperaboti dengan lengkap ada kelihatan, dipertengahan rumah, seorang perempuan muda, dengan paras duka, sedang mementil gitar sembari menyanyi. Beberapa bujang perempuan kelihatan sedang membersihkan korsi-meja yang berada disitu.
Dengan paras masgul, sesudah menyanyi, itu perempuan muda menghampiri satu rustbank, dimana ia lalu menjatuhkan dirinya, sembari menghela napas. Ia duduk disitu dengan bingung, sehingga satu bujang perempuan menyamperkan dia sembari sodorkan satu rekening dan berkata:
"Nyonya, itu abang bilang ia tidak bisa kasi tempo lagi. Kalu tidak dibayar ini hari, besok mau diperkarakan, sebab tuannya tidak bisa menunggu lebih lama lagi”.
Marsiti sambut itu kwitantie, perhatikan sesa’at lamanya, kemudian lalu lemparkan sembari berkata:
"Bilang saja tuan belum pulang, Nanti sore boleh datang lagi”.
Itu bujang pungut itu kwitantie dan jalan keluar, sedang Marsiti, begitulah namanya itu perempuan, lalu bangun dari itu rustbank dan samperkan krosi-panjang dari meja-stelan, dimana ia lantas duduk. Belum lama Marsiti duduk disitu, ketika Parta jalan masuk keitu ruangan dan dengan paras marah-marah, lalu duduk juga diitu krosi Marsiti awaskan parasnya Parta sesa’at lamanya, kemudian menanya:
"Kau kenapa, kanda? Apa sudah ketemu sama itu tukang rekening?”
"Rekening... tidak lain dari rekening saja kalau aku datang kesini...!” Parta menjawab dengan gusar.
Marsiti jadi mendongkol dapat itu penyahutan dan berkata: "Dan kau... tidak lain cuma marah-marah saja dan tekuk muka kalau ada disini!”
"Mana aku bisa bersenang kalau selalu dikerubuti tukang rekening?”
"Kau tokh bisa minta cukup uang akan membayar itu semua rekening dari kau punya ayah. jangan bikin aku jadi malu saja sama itu tukang-tukang rekening yang kalau datang kemari selalu mengomel kalang kabut, jika rekeningnya tidak dibayar!”
"Berapa kali aku musti bilang sama kau yang ayahku tidak mau kasi uang banyak-banyak lagi sama aku! jangan sentara buat membayar rekening, buat aku blanja saja sudah hampir tidak cukup!”
"Mana bisa jadi tidak dapat kalau kau minta! Ayahmu tokh mempunyai banyakn uang!”
"Ayahku sekarang lagi pusing dan musti gunakan banyak uwang akan membeli tanah diudik, dari itu aku tidak bisa dapat uwang banyak-banyak lagi. Kau musti berlaku himat dan jangan bikin aku tambah kesal saja!”
"Siapa yang bikin kau kesal? Aku tidak, tapi kau yang bikin aku jadi malu dan kesal!”
Parta awaskan Marsiti dengan perasaan mendongkol dan jemu, kemudian ia berbangkit dari duduknya dan dengan tidak berkata-kata lagi, lalu jalan keluar dari itu ruangan.
Dengan tindakan pelahan Parta keluar dari rumahnya. Pikirannya ada penuh dengan parasnya Rasminah yang cantik. Ia bayangkan bagaimana beruntung ia akan rasakan jika bisa beristeri dengan itu gadis yang berparas elok dan bersuara merdu. jika ia lagi kesal, Rasminah tentu bisa hiburkan ia dengan nyanyian-nyanyian yang disuarakan dengan suara yang merdu dan empuk! Bukan seperti Marsiti yang selalu bikin ia jadi jengkel dan jemu saja!
Parta mesti berdaya akan dapatkan Rasminah, itu gadis yang kelihatannya membenci padanya! Apakah yang ia mesti berbuat sekarang akan dapatkan itu gadis yang ia cintakan?
____________
5. Kasimin
[sunting]KASIMIN sedang hendak pulang kepondoknya, dari kebon, ketika ia berpapasan dengan Dul, pegawainya tuan tanah Hasan.
Sesuatu penduduk di itu desa ada mengetahui betul yang Hasan lagi sedang membeli semua tanah-tanah yang terletak dipinggir sungai, karena disitu ia, hendak berdirikan satu fabriek kayu yang besar, dan akan menggampangkan pengangkutan, jadi perlu dengan itu tanah-tanah yang berada dipinggir sungai. Sudah beberapa kali Kasimin dibujuk akan jual kebonnya pada tuan tanah, tapi selalu menolak, meskipun juga harga yang ditawarkan padanya ada sangat tinggi. Bujukan, ancaman atau uwang sudah tidak bisa mempengaruhi Kasimin akan jual iapunya kebon, karena buat Kasimin kebon itu ada merupakan sebidang tanah yang penuh dengan kenang-kenangan.
Sudah beberapa kali Dul coba bujuk Kasimin akan turut keinginannya tuan tanah Hasan, tapi Kasimin selalu menolak. Bukan satu kali saja Dul telah dapat dampratan dari majikannya buat urusan kebonnya Kasimin itu dan sekarang Dul takan berdaya, buat penghabisan kali, sebelumnya ia gunakan lain akal, buat bikin Kasimin suka turut kemauannya iapunya majikan.
Ketika melihat pada Dul lantas saja Kasimin hendak balik kembali kekebonnya, tapi telah dicegah oleh Dul yang berkata:
"Nanti dulu bang, Min, aku mau ada bicara sedikit sama kau”.
"Tentu lagi-lagi urusan kebonku, apatah bukan begitu?” Kasimin menanya.
"Betul, Min. Kau tahu meskipun juga aku ada bekerja sama tuan tanah Hasan, tapi aku ada menjadi juga kau punya sobat, karena aku kagumkan kau punya kemuliaan hati suka menolong pada orang yang sedang sakit atau dapat kesusahan. Lebih baik kau turut kemauannya tuan tanah dan jual ini kebon padanya,supaya jangan sampai terbit kerewelan dan kau dapat susah. Kau tokh sudah dapat tawaran bagus sekali dari dia?”
"Kendati bagaimana juga aku tidak nanti jual ini kebon, berkata Kasimin dengan tegas. "Tidak perlu kau banyak bicara lagi dalam ini urusan, Dul.”
"Jangan kau membantah Min, sebab itu cuma bisa bikin kau jadi dapat susah saja,” Dul menjawab.
"Susah? susah apa? kalau aku tidak mau jual kebonku, tidak seorang juga nanti bisa paksa aku menjual itu”.
Paksa tentu tidak bisa, tapi tuan tanah nanti bisa cari daya lain akan bisa punyakan juga ini kebon, yang tokh bukan ada jadi kepunya'anmu”.
Kasimin tundokkan kepalanya sesa’at, kemudian menengok pula pada Dul dan dengan suara gusar lalu berkata:
"Berkali-kali aku sudah bilang meskipun dengan harga bagaimana mahal juga tidak nanti aku jual ini kebon. Tidak perlu banyak omong lagi, Dul”.
"Pikirlah biar betul, Min, jangan sampai menyesal dibelakang kali. Lain hari aku nanti datang lagi pada kau”.
Sesudah berkata demikian, Dul lalu berjalan pergi, tinggalkan Kasimin sendirian diitu tempat.
Kasimin awaskan Dul berlalu dengan bingung. Rupa-rupa pikiran masuk kedalam otaknya. Apatah betul tuan tanah nanti bisa paksa dia akan jual itu kebon, yang mana meskipun betul bukan kepunya’annya, tapi sudah dijanjikan oleh bapa Kasdam. ketika ia itu hendak menarik napasnya yang pengabisan, bahwa ia, Kasimin, boleh berdiam terus dan usahakan itu kebon sebegitu lama ia mau, asal saja uang sewa’annya kasimin bayar dengan betul padatuan tanah? Dengan cara bagaimana tuan tanah nanti bisa Kasimin dari itu kebon, itulah Kasimin tidak bisa pikir, sebab uang sewa tanah, Kasimin selalu bayar dengan betul dan belum pernah menunggak.
Dengan tindakan pelahan dan kepala penuh dengan rupa-rupa pikiran, Kasimin teruskan tindakannya akan pulang kepondoknya.
Betul saja ketika Kasimin hendak pulang kepondoknya, adalah ditempat pembrentian autobus di Senen, Batavia-Centrum, orang dapat lihat Rasminah turun dari satu autobus yang baru sampai dari Bogor.
Meskipun baru ini kali Rasminah pernah datang di Betawi sendirian, iapunya kelakuan tidak unjukkan demikian. Dengan tidak takut-takut atau sangsi-sangsi, satu tangannya menenteng koffer, Rasminah memanggil satu deeleman dan naikkan koffernya keitu kendaraan, kemudian, sesudah ia sendiri naik, lalu menyuruh kusirnya jalankan deelemannya ke Kwitang.
Di satu rumah yang sederhana, deeleman diberhentikan dan Rasminah turun dari itu kendara’an.
Beberapa menit kemudian kita dapatkan Rasminah sudah ada dihadapannya tuan dan nyonya Mustapa, siapa sambut kedatangannya Rasminah dengan penuh kegirangan. Mereka ingat betul pada Hadijah dan pertulungan apa yang Hadijah sudah pernah berikan pada mereka, selagi Hadijah masih tinggal sama ayahnya yang hartawan.
Ketika Rasminah sudah tuturkan maksud kedatangannya di Betawi, Mustapa lantas saja berkata:
"Kebetulan sekali kedatanganmu ini, Rasminah, sebab dalam beberapa hari ini fabriek tenun di Tanah-
Abang lagi cari perempuan-perempuan muda yang rajin akan diberikan pelajaran buat menjadi tukang tenun. jika sudah bisa, ada harapan akan mendapat bayaran bagus juga, lumayan buat hidup dengan sederhana. Kalau kau mau, besok aku nanti antarkan kau kesana”.
Rasminah jadi girang dan berkata: "Sukur sekali kalau tuan sudi antarkan saya keitu fabriek tenun, sebab kalau pergi sendirian, saya tentu akan merasa kikuk”.
"Sekarang baiklah kau pergi kekamarmu dulu dan mengaso, sebab kau tentu merasa lelah sehabisnya perjalanan dengan autobus tadi,” menjawab Mustapa. "Bibimu nanti unjokkan dimana adanya kamar yang disediakan buat kau”.
Rasminah mengucap terima kasih, kemudian dengan diantar oleh istrinya Mustapa, lantas berlalu dari situ akan pergi kekamar yang sudah disediakan buat dia.
____________
6. Dimabuk cinta
[sunting]KETIKA mendapat tau yang Rasminah sudah berangkat ka Betawi, Parta menjadi kalang kabut. Ia hendak susul ke Betawi, tidak tahu Rasminah berdiam dimana. Mengingat bersarnya kota Betawi Parta merasa pasti akan susah akan bisa cari tempat kediamannya itu gadis sehingga ketemu. Karena terlalu pikirkan Rasminah, akhirnya Parta jatuh sakit dan beberapa hari lamanya ia tidak bisa berlalu dari pembaringan.
Dari kelakuannya Parta, Marsiti dapat tahu bahwa sang suami sedang rindui lain perempuan, satu hal yang bikin Marsiti jadi sangat mendongkol dan kuatir. Mendongkol, karena Parta ada cintakan lain perempuan ; kuatir, karena selempang ia nanti diceraikan oleh Parta.
Marsiti rawat Parta dengan teliti, hingga dua minggu kemudian Parta sudah bisa berlalu dari pembaringan dan berjalan-jalan lagi sebagaimana biasa, meskipun parasnya masih sangat pucat dan tidakannya unjuk kelemahan badannya.
Parta sedang duduk di krosi-panjang dari meja-stelan, ketika Marsiti datang membawakan ia obat.
Karena sangat terkenangnya pada Rasminah, dalam penglihatannya Parta, yang mendatang itu ada Rasminah, hingga ia sambut kedatangannya dengan penuh kegirangan. Ia persilakan Marsiti duduk, dengan panggil Rasminah padanya, hingga Marsiti jadi terkejut dan berkata:
"Saya ini bukannya Rasminah, hanya Marsiti”.
Mendengar perkata'an itu, Parta menjadi terkejut dan tersedar dari terkenangnya itu. Sekarang barulah Marsiti mendusin bahwa Parta, suaminya, sedang gila seorang perempuan lain yang bernama Rasminah. Sebaimana tabiatnya perempuan yang kebanyakan, Marsiti pun tidak berbeda. Ia ingin dapat tahu siapa adanya Rasminah itu.
"Siapatah itu Rasminah, kanda?” begitulah ia menanya pada sang suami.
"Rasminah? Siapa itu Rasminah? Aku tidak kenal Rasminah?”
Barusan kanda kirakan saya ini Rasminah dan sambut kedatangan saya dengan penuh kegirangan. Siapatah itu Rasminah kanda?”
"Aku sudah bilang, aku tidak kenal Rasminah. Kenapatah kau begitu cerewet?”
"Kalau kanda tidak kenal, masa kanda sebut namanya? Bilanglah siapa Rasminah itu, kanda. Saia tidak marah ; saya cuma ingin tahu saja”.
"Sudah, jangan tanya lagi. Aku sudah bilang, aku tidak kenal orang yang bernama Rasminah dan jangan tanya lebih jauh lagi”.
Marsiti jadi mendongkol mendapat itu jawaban dari Parta, tapi sekarang ia berlaku cerdik dengan tidak unjuk perasa’an hatinya itu. Ia nanti cari tahu dengan pelahan.
Dengan lemah lembut dan kelakuan manis, Marsiti persilakan Parta minum obatnya ; tapi Parta tidak perdulikan perkata’an-perkata’annya Marsiti. Ia tinggal duduk diam sembari bingung, memikirkan dimana adanya Rasminah yang ia kenangkan.
Melihat kelakuannya Parta, mau tidak mau, Marsiti jadi mendongkol juga dan supaya tidak kentarakan perasa’an hatinya, Marsiti lantas berlalu dari hadapannya Parta.
Baru saja Parta hendak berbangkit akan pergi kekamarnya kutika Dul datang mengunjungi akan menengok padanya. Parta persilakan Dul duduk didekatnya. Sebagaimana layaknya dua sobat kental, mereka bicara dengan asik, sehingga suatu ketika dengan tidak sengaja Parta keluarkan portretnya Ras- minah dari kantong bajunya, tapi buru-buru masukkan kembali, ketika ingat Dul ada didekatnya. Melihat kelakuannya Parta, Dul jadi ingin tahu portret siapa yang baru Parta keluarkan dan lantas menanya:
"Potret siapatah itu, Parta? Kasihlah aku lihat”.
"Akh, bukan potret siapa-siapa, hanya kenalan saja”.
"Cobalah kasih aku lihat, Parta. Sama sobat tidak perlu orang mesti resiakan apa-apa”.
"Sudahlah, Dul, jangan lihat itu”.
"Marilah kasih aku lihat, kalau kau memang anggap aku sebagai sobatmu”.
Mau tidak mau Parta keluarkan juga portret itu dan kasihkan itu pada Dul, siapa lalu sambuti dan pandang seketika lamanya. Akhirnya ia berkata:
"Akh manis betul ini perempuan! Siapatah ini, Parta?”
"Rasminah, Dul, satu gadis yang cantik sekali”.
Memang cantik gadis ini, Parta. Kau beruntung sekali bisa dapatkan ia".
"Memang aku akan merasa beruntung jika bisa dapatkan ia buat istri, Dul. Tetapi Rasminah tidak cintakan aku, hanya benci padaku, dan sekarang ia sudah pergi ke Betawi”.
"Masa bisa jadi begitu? Siapakah yang tidak mau jadi isterinya seorang sebagai kau, anaknya satu tuan tanah yang hartawan besar”.
"Betul, Dul, Rasminah bukan cinta, hanya benci padaku. cobalah kasi pikiran bagaimana aku bisa dapatkan Rasminah akan menjadi istriku”.
Dul berpikir sesa'at, kemudian lalu dekatkan mulutnya pada kupingnya Parta dan bisikkan apa-apa pada pemuda mata keranjang itu. Parasnya Parta lantas berobah menjadi girang. Sesudah Dul berbisik itu padanya, Parta lantas berkata:
"Ya, itu akal bagus sekali, Dul. kalau nanti aku bisa dapatkan Rasminah dengan menggunakan akal itu, aku tidak sayang akan kasikan kau ƒ 500.- sebagai persenan”.
"Tapi ingat janjimu dengan betul, Parta. jangan kalau nanti sudah dapatkan Rasminah lantas lupakan Dul sama sekali”.
"Itulah kau ta' kuatirkan, Dul. Begitu aku dapatkan Rasminah aku nanti lantas kasikan itu ƒ 500.- pada kau”.
"Buat bisa diyalankan akal kita itu perlu kau mesti lekas-lekas sembuh dan bisa keluar pula sebagaimana biasa”.
"Itulah kau ta' usah kuatir. Besok aku sudah akan bisa keluar buat jlankan itu akal”.
"Itu bagus. Sekarang biarlah aku atur dulu apa yang perlu guna itu”.
Dul jabat tangannya Parta, kemudian lantas berlalu dari situ, sedang Parta, sesudah berada sendirian, kelihatan jadi mesem-mesem dan kemudian bersuit dengan gembira, akan utarakan kegirangannya, hingga membikin Marsiti jadi heran, ketika ia itu pulang sehabis belanja, dapatkan Parta dalam keada'an demikian, sangat berbeda dari tempo ia tinggalkan.
____________
7. Tamu yang tidak diundang
[sunting]BERAPA minggu telah berlalu. Rasminah telah beruntung bisa dapatkan pekerjaan pada fabriek tenun yang disebutkan oleh Mustapa. Sesudah dicoba beberapa hari lamanya, ia telah dikasihkan pekerjaan tetap pada fabriek itu, dimana ia kerja dengan rajin, hingga menyenangkan hatinya iapunya majikan dan juga teman-teman kerja.
Sedang Rasminah lagi bekerja di Betawi, adalah Hadijah telah menjadi sakit karena terlalu memikirkan sang keponakan. Baik juga sakit itu tidak menjadi kepanjangan dan sekarang Hadijah sudah mulai sembuh dari sakitnya itu.
Selama itu ketika, sedari itu permufakatan antara Dul dan Parta, saban hari orang bisa dapatkan itu dua orang berada di warung kopi yang berada dipinggir jalan yang menjurus kerumah Hadijah. Mereka berdiam disitu hampir seantero hari, tempo-tempo berdua’an, kadang-kadang cuma Parta sendirian, atau Dul saja. Tukang warung menjadi heran dengan kedatangan mereka saban hari diwarungnya, tapi karena mereka tidak merugikan dagangannya, hanya menguntungkan, sebab bukan jarang Parta suka belika juga kopi atau lain-lain minuman, dan juga kuwe-kuwe buat orang-orang lain yang kebetulan berada diitu warung, ia tidak utarakan perasaannya itu.
Apa maksudnya Parta dan Dul dengan kedatangannya pada warung kopi saban hari itulah pembaca akan lekas mendapat tahu.
Pada suatu hari, ketika matahari sudah hampir silam kejurusan Timur, dan Parta serta Dul hen- dak berlalu dari itu warung kopi, satu sado ada kelihatan mendatang dengan kudanya dilarikan sangat pesat. Parta dan Dul awaskan sado itu, yang ditumpangi oleh satu penumpang dengan perasaan sedikit heran dan kepingin tahu, sebab jarang ada sado yang liwat disitu diwaktu begitu siang.
Sado itu meliwati mereka. Penumpangnya bukan lain dari Rasminah, yang rupanya baru saja sampai dari Betawi.
Parta dan Dul jadi saling melihat, kemudian dengan tidak membuang tempo lagi mereka lalu memburu sado itu, yang semangkin lama jadi terpisah semangkin jauh dari mereka.
Sampai sebegitu jauh Rasminah masih belum mendusin yang bahaya ada mengancam dirinya.
Parta dan Dul mengudak dengan sekeras-kerasnya kaki marika bisa berlari, tapi larinya sado itu ada terlebih pesat lagi, hingga dengan sebentar saja sado itu sudah terpisah jauh sekali dari Parta dan Dul. Disatu tikungan, sado itu hilang dari pemandangan Parta dan Dul.
Napasnya parta sudah mulai sengal-sengal, tapi Dul masih belum merasa lelah. Ketika sampai disatu tikungan yang menerus kesatu jalanan kecil, Dul lalu berkata pada Parta: "Kita mesti ambil ini jalanan dan pegat itu sado dibetulan itu kobakan air, dimana itu sado tentu terpaksa musti pelahankan jalannya”.
Dengan tidak berkata-kata mereka masuk ke itu jalanan kecil dan berlari terus. Ketika mereka keluar dari itu jalanan kecil, baru saja itu sado liwati tikungannya. Parta bertereak pada Dul, tereakan mana dapat didengar oleh Rasminah. Disitu barulah Rasminah mendapat tahu bahwa orang sedang kejar padanya. Pada kusir sado Rasminah berkata: "Tulunglah, bang, tulung sama saya! Kasi lari itu kuda lebih cepat!”
Sang kusir yang mendapat lihat orang sedang kejar Rasminah, lalu pecut kudanya, hingga larinya itu binatang jadi semangkin keras. Rasminah jadi mulai ketakutan. Dengan bingung ia menengok kekanan dan kiri akan mencari jalan akan meloloskan diri.
Mendadak itu sado berhenti, karena salah satu rodanya terjeblos di satu lobang yang sedikit dalam. Dengan gugup Rasminah lompat turun dari kendaraan itu dan melarikan diri masuk kedalam satu jalanan kecil. Dengan sepenuhnya tenaga ia berlari.
Parta dan Dul yang dapat lihat itu sado berhenti jadi sangat girang. Mereka menampak juga yang Rasminah sudah turun dari itu kendara’an dan masuk keitu jalanan kecil. Mereka keluarkan seantero tenaganya akan mengejar terus, dengan berlari semangkin cepat. Semangkin dekat mereka mendatangi pada korban marika. Rasminah jadi mulai gugup ... ia dapat lihat satu grombolan puhun-puhun dan masuk kedalam itu. Parta dan Dul liwati itu grombolan!
Rasminah menarik napas legah! Satu bahaya sudah liwat!
Tapi sebentar lagi Parta dan Dul kelihatan jalan mendatangi keitu gombolan, sembari melihat ke kanan dan kiri dengan teliti. Kembali mereka liwati itu gombolan!
Sesudah berselang sesa’at dan mengira yang mereka sudah berlalu jauh, Rasminah keluar dari tempat sembunyinya. Ia melihat ke kanan-kiri, tapi tidak dapat lihat Parta dan Dul. Rasminah mulai menarik napas legah...
Baru saja Rasminah berjalan beberapa tindak, dengan sedikit bingung, karena tidak tahu jurusan mana yang ia harus ambil, ketika ia dapat suara treakannya Parta pada Dul!
Dengan tidak menengok lagi Rasminah lantas mulai berlari! Parta dan Dul kejar padanya dari belakang!
Rasminah masuk kedalam satu gombolan rumput, dengan dikejar terus oleh Parta dan Dul!
Sesa’at kemudian Parta dan Dul keluar lagi dari itu gombolan. nyatalah mereka sudah tidak bisa ketemukan Rasminah!
Parta mulai mengutuk, begitu juga Dul!
"Kita musti cari padanya sampai dapat, Dul. Ia tentu masih sembunyi didalam itu gombolan!” begitulah Parta berkata.
"Tentu saja ia masih ada diitu gombolan”, menyahut Dul, "selainnya kalau ada setan yang kasi ia sayap buat terbang. Ayolah kita cari lagi diitu gombolan!”
Kembali mereka masuk lagi keitu gombolan, tapi sesa’at kemudian telah keluar kembali dengan tangan kosong.
Hari sudah mulai gelap. Mau tidak mau Parta dan Dul terpaksa musti tunda mencari Rasminah, kalau marika tidak mau kegelapan diitu tempat lebat. Mereka jalan pulang dengan perasa’an mendongkol dan penasaran.
Kemanakan Rasminah sudah pergi?
Rasminah sebetulnya sudah sembunyikan diri dalam satu gombolan rumput yang sangat lebat. Sebagai juga ada melaikat yang bantu melindungi dia, Parta dan Dul sudah tidak ada ingatan akan mencari dalam itu gombolan, sebab mereka mengira yang Rasminah tentu tidak akan berani masukkan dirinya kedalam tempat yang begitu lebat, karena kuatir nanti ada ular atau lain-lain binatang didalamnya.
Sesudah berdiam diitu gombolan seketika lamanya dan merasa pasti yang Parta dan Dul sudah berlalu, barulah Rasminah berani keluar dari itu gombolan. Disitu barulah ia dapat tahu yang hari sudah hampir jadi malam. Meskipun hatinya merasa takut, Rasminah paksakan juga dirinya akan berjalan diitu tempat yang lebat. Ia jalan dengan tidak mengetahui jurusan.
Siang sudah terganti dengan malam!
Dengan penuh perasa'an takut Rasminah berjalan terus. Ia tidak tahu ia berada dimana dan jurusan apa yang ia harus ambil. Ia jalan dengan sejalan-jalannya saja, supaya bisa keluar dari itu tempat yang lebat.
Dari satu jurusan ia dapat lihat penerangan yang kecil. nyatalah disitu ada rumah orang!
Dengan lelah Rasminah tujukan tindakannya kejurusan penerangan itu. Hatinya merasa sedikit legah!
Sesudah berjalan sedikit lama akhirnya Rasminah sampai disatu gubuk kecil. Ia tidak tahu rumah siapa adanya itu. Akan mengetok pintu ia merasa takut, sebab kuatir Parta dan Dul berada disitu. Dengan perasa’an sangsi ia tolak pintu rumah, yang nyata tidak terkunci, sebab dengan gampang itu pintu terbuka. Rasminah melihat kedalam. Dipertengahan rumah ada satu lampu kecil dan itulah penerangan yang ia dapat lihat dari jauh, karena jendelanya ruangan itu tidak tertutup. Tapi tiada satu orang ada terlihat disitu. Rasminah bertindak masoke kedalam rumah dengan tindakan perlahan. Ia masuk keitu ruangan, kemudian terus kelain ruangan, yang ternyata ada dipakai sebagai tempat menyimpan barang dan buat orang duduk makan atau minum, sebab disatu pojokan ada terdapat satu meja kecil, diatas mana Rasminah dapat lihat sedikit barang makanan dan sebungkus nasi.
Melihat bungkusan nasi, Rasminah merasa lapar dan juga haus, dan sekarang barulah ia ingat yang sedari berangkat dari Betawi ia tidak makan suatu apa lagi dan itu berselang beberapa jam yang lalu..
Perasa’an laparnya bikin Rasminah jadi mendekati bungkusan itu nasi, yang ia lalu buka dan juga mulai menggratak akan mencari barang makanan lain. Sesudah melihat kekanan dan kiri, akhirnya dengan bernafsu Rasminah mulai makan: dengan tiada memikirkan lagi siapa yang berdiam diitu rumah atau Parta dan Dul berada disitu...
Sesudah makan nasi, Rasminah buka limonade yang terdapat dimeja dan minum itu...
Sesudah lapar dan hausnya jadi hilang, barulah Rasminah rasakan yang tubuhnya ada sangat lelah. Ia duduk disatu bale-bale, didekat satu pojokan dan sesa'at kemudian, karena lelahnya, Rasminah sudah jatuh pules!
Rasminah tidur dengan nyenyak, hingga tidak mendapat tahu ketika satu pemuda masuk ke ruangan itu dan mendekati dia. Itu pemuda awaskan Rasminah sesa'at lamanya, kemudian lalu samperkan dinding, dari mana ia ambil sepotong kain yang tergantung disitu dan gunakan itu pemuda bukan lain dari Husin, dengan tindakan pelahan , supaya tidak mengganggu tidurnya Rasminah, lalu keluar kembali dari itu ruangan, sesudah menutup pintunya dengan pelahan.
Husin sebenarnya telah mendapat lihat Rasminah masuk keruangan dalam keruangan dalam dari gubuknya, tapi karena ingin mendapat tahu apa yang hendak diperbuat oleh itu perempuan muda yang telah masuk kegubuknya dengan diam-diam, sudah biarkan saja Rasminah masuk dan menggratak, dan juga dahar nasinya. Ketika melihat Rasminah sudah tidur nyenyak, barulah ia samperkan gadis itu keitu bale-bale!
Meskipun waktu sudah mengutarakan jauh malam, tapi Husin belum juga masuk tidur. Ia duduk didekat satu meja sembari membaca buku, tapi pikirannya ia tidak bisa tenangkan pada apa yang ia baca, karena keinginannya akan mendapat tahu siapa adanya itu gadis yang sekarang lagi tidur nyenyak dilain ruangan dari gubuknya, selalu mengaduk dalam otaknya...
____________
8. Tertolong
[sunting]MALAM sudah berganti dengan siang...Hawa pagi yang sejuk sudah bikin Husin jadi mendusin lebih pagi dari biasanya ia bangun. Ia lalu bikin bersih apa yang perlu dalam itu gubuk, kemudian buk semua jendela yang tertutup, sesudah mana, dengan tindakan pelahan ia samperkan ruangan dimana Rasminah telah tidur.
Husin dapatkan itu perempuan muda masih tidur nyenyak. Ia lalu keluar lagi dari itu ruangan dan berjalan keluar dari gubuknya, sesudah mengambil gambar yang tergantung dimana dinding gubuk.
Disatu gundukan tanah, dimuka guboknya, Husin duduk dan mulai pentil itu gitar, sembari menyanyi, akan menyatakan perasa’an ingin tahu siapa adanya itu gadis yang semalam telah masuk kedapam gubuknya dengan dian-dian dan sampai sekarang masih tidur nyenyak disitu.
Sura gitar dan nyanyiannya Husin sudah bikin Rasminah jadi mendusin dari tidurnya. Ia melihat kekanan dan kiri dengan perasa'an bingung, karena ia tidak ingat dimana ia berada. Akhirnya, sesudah berpikir sesa'atm ia ingat juga yang semalam ia telah makan dan minum dan kemudian jatuh pules. Tangannya kena pegang itu sepotong kain yang menutupi badannya. Ia jadi kaget dan lalu lemparkan itu, kemudian berbangkit dan dengan tindakan cepat jalan menuju kejendela, dari mana ia dapat lihat Husin sedang duduk mementil gitar sembari menyanyi didepan gubuknya.
Merasa kuatir yang Husin pun satu pemuda yang berperangai sebagai Parta, Rasminah lalu samperkan pintu gubuk, sekarang dengan tindakan berindap-indap, karena ia ingin berlalu dari itu gubuk dengan diam-diam.
Husin masih sedang pentil gitarnya sembari menyanyi kutika Rasminah keloar dari pintu gubuk dan dengan tidak melihat lagi kejurusannya, berlalu dari itu tempat dengan tindakan cepat.
Keinginan Rasminah satu-satunya adalah akan jauhkan diri dari itu gubuk dengan seberapa lekas bisanya. juga ia ingin bisa lekas-lekas sampai dirumah bibinya. Rasminah jalan dengan separoh lari!
Akhirnya ia sampai dijalanan besar, dan disitu ia bisa tahu kejurusan mana ia harus berjalan. Ia menarik napas legah!
Rasminah berjalan dengan cepat, tapi... disatu tikungan, dari jauh, ia dapat lihat Parta dan Dul sedang jalan mendatangi!
Rasminah jadi bingung. Dalam gugupnya ia sudah lantas balik lagi dan dengan cepat lantas berlari menuju kegobubuknya Husin sedang Parta dan Dul mengudak dari belakang. Rasminah sampai digubuknya Husin dengan nafas sengal-sengal dan terus masuk kedalam ruangan dimana tadi malam ia telah tidur. Husin yang ketika selesai menyanyi dapatkan Rasminah sudah tidak ada lagi digubuknya telah mencari disekeliling tempat itu dan sekarang baru saja hendak pulang kegubuknya, akan berpakaian dan kemudian pergi lakukan pekerjaannya, sudah tidak dapat lihat Rasminah tapi dapat lihat pada Parta dan Dul memburu dengan cepat menuju kejurusan gubuknya. Ia cepatkan tindakannya akan menghalangi perjalanannya itu dua orang. Dengan satu jotosan yang jitu ia sudah bisa bikin Parta jadi terjungkal ke- atas tanah, tapi Dul sudah bisa liwatkan ia dan masuk kedalam gubuknya. Parta berbangkit dari jatuhnya dan lalu memburu akan kasi jotosan pada Husin, yang mana telah mengenakan dengan jitu pada itu pemuda, hingga Husin jatuh terpleset. Parta tinggalkan Husin dan memburu masuk kedalam gubuk, ikuti Dul, mengejar Rasminah, yang pada ketika itu sudah jadi kebingungan mencari lobang untuk meloloskan diri dari itu dua orang. Husin yang itu waktu sudah sampai diitu ruangan lalu kasi jotosan pada Dul dan kemudian pada Parta, hingga dua-duanya jadi terjungkel ketanah, tapi baru saja ia hendak menyamperkan Rasminah, ketika satu jotosan dari Parta bikin ia sempoyongan mundur kebetulan jendela. Dul melihat itu dan lalu barengi jotos Husin, hingga itu pemuda jadi terlempar keluar dari gubuknya. Parta sudah hendak lantas samperkan Rasminah, tapi Husin telah keburu sampai lagi didekatnya, dengan melompati jendela, dan pegang Parta dari belakangnya, hingga itu dua orang jadi gulat dengan seru.
Rasminah sudah melarikan diri kelain ruangan, ketika melihat Husin sedang bergulat dengan Parta, dengan dikejar oleh Dul. Ia melihat kekanan dan kiri akan mencari termpat buat sembunyikan diri, ketika matanya menampak satu senapan dimana dinding. Dul pun sudah sampai keitu ruangan. Dengan cepat Rasminah lalu ambil itu senapan, dan tujukan mulutnya pada Dul, yang terkepung dibetulan pintu ruangan.
Dalam pergulatannya, Parta dan Husin sudah berpagutan dan berguling-guling sehingga keluar dari gubuk. Dibetulan pintu Parta sudah bisa bikin Husin terbalik dan buat sesa'at lamanya tidak berdaya, justru disa’at yang pembantunya Husin dalam ia punya pekerja’an mengukur tanah sampai disitu. Melihat Husin sedang berkelai sama seorang yang ia tidak kenal, Hamja lalu menubruk pada Parta hingga itu dua orang jadi bertempur dengan sengit, yang berakhir dengan terpukul jatuhnya Hamja. justru ketika Parta hendak kasi pukulan, dengan menggunakan sepotong bambu, pada Husin dan Hamja, Dul yang dengan berjalan mundur sedang hendak keluar dari itu gubuk, diikuti oleh Rasminah yang memegang senapan, sudah kena langgar badannya keaatas tanah. Husin yang sudah bisa berbangkit dari jatuhnya, telah samperkan Rasminah dan ambil itu senapan dari tangannya itu gadis dan tujukan itu pada Parta dan Dul yang telah berbangkit pula, hingga pesat lalu melarikan diri menuju kepinggir sungai, hingga membikin Husin dan Rasminah jadi tertawa.
Merasa yang dirinya tidak teranytam bahaya lagi dari Parta dan Dul, Rasminah lantas hendak melalukan diri dari situ akan pulang kerumah bibinya dan nyatakan itu maksud pada Husin, siapa lalu berkata:
"Nanti dulu, nona, tunggulah sampai saya berpakaian dan saya nanti antarkan nona pulang kerumah, supaya tidak dapat gangguan lagi dari itu bajingan, siapa beberapa bulan duluan pun saya sudah pernah kasih ajaran ketika ia sedang mengejar satu perempuan muda didekat itu jembatan”.
Rasminah awaskan Husin sesa'at, kemudian berkata:
"Kalau begitu tuan juga yang duluan sudah tulung saya dari gangguannya Parta!”
"Apa nona juga yang baru ini saya tulungi? Ma'afkanlah saya, nona, kalau saya tidak kenali, sebab itu waktu saya tidak keburu samperkan nona untuk memberi pertulungan lebih jauh, karena nona sudah berlalu”.
"Betul,tuan, sebab bukan bareo satu-dua kali saja Parta hendak mengganggu pada saya. Dan sekarang saya harus mengucap trima kasih pada tuan, buat pertulungan tuan diitu ketika dan sekarang ini”.
"Tapi kenapatah nona semalam sudah datang kesini dan ini pagi, sesudah berlalu, balik lagi kesini dengan diudak oleh itu dua orang?”
"Kemaren tempo saya hendak pulang kerumah bibi saya,sesudah berdiam beberapa minggu di Betawi, ditengah jalan saya punya takut saya sudah lari masuk kedalam gombolan yang lebat dan ketika sudah malam, sebab tidak kenali jalan lagi, saya sudah kesasar kesini dan terpaksa cari perlindungan dalam gubug tuan...”
Rasminah berhenti berkata-kata sesa’at, ketika ingat bagaimana ia sudah makan barang hidangannya Husin semalam, kemudian terusakan pula penuturannya:
"Karena merasa sangat lapar dan haus, saya sudah makan dan minum juga didalam tuan punya rumah. Saya harap tuan suka ma’afkan sama saya kalau saya sudah bikin habis tuan punya makanan”.
Husin jadi tertawa ketika mendengar perkata’annya Rasminah itu, hingga membikin Rasminah jadi sedikit malu-maluan, karena kirakan yang Husin sudah tertawakan dia. Sesudah tertawa barulah Husin berkata:
"Saya sukur sekali yang itu barang-hidangan sudah menulung nona dari kelaparan dan kehausan. Sekarang izinkanlah saya berpakaian dulu, supaya bisa lekas antarkan nona pulang kerumah bibi nona”.
Sesudah berkata demikian Husin lalu masuk kedalam gubuknya, tinggalkan Rasminah sendirian di itu tempat sedang mengagumi pemandangan alam yang permai disekitar itu gubuk.
____________
9. Bibi dan keponakan
[sunting]SEDARI ditinggalkan oleh Rasminah, kesehatannya Hadijah banyak terganggu, apalagi di waktu belakangan, karena terlalu memikirkan sang keponakan, akhirnya buat beberapa hari lamanya ia sudah tidak ditinggalkan pembaringan. Baik juga teman-temannya Rasminah telah merawati dengan teliti padanya, hingga sakitnya Hadijah tidak jadi kepanjangan.
Itu hari Hadijah sedang duduk dikursi malah, memikirkan Rasminah kenapa itu keponakan tidak mengirim kabar suatu apa padanya, ketika itu gadis datang masuk menghampirkan Hadijah sang bibi, Rasminah lalu menubruk dan rangkul lehernya Hadijah, sembari menanya:
"Apa bibi ada baik?”
"Kau telah kembali, Rasminah? Kenapa tidak mengirim kabar apa-apa sama bibi, hingga bikin aku jadi buat pikiran saja?”
"Sebab pikir saya tidak akan berdiam lama di Betawi, maka juga tidak mengirim kabar apa-apa sama bibi. Sekarang saya sudah dapat kerjaan tetap di Betawi, maka kembali dulu kesini ajak bibi pindah kesana”.
Hadijah menjadi girang ketika mendengar Rasminah sudah dapat pekerjaan dan utarakan itu. Kemudian ia menanya lagi:
"Jam berapa kau berangkat dari Betawi dan bagaimana bisa sampai disini begini pagi?”
"Sebetulnya semalam pun saya sudah mustinya sampai disini, bibi, tetapi sebab dipegat dijalanan oleh Parta dan kawannya...".
"Astaga, dipegat oleh Parta dan kawannya”, memotong Hadijah dengan kaget dan kuatir, "abis apakah sudah terjadi?”
"Sebab ketakutan saya jadi kesasar didalam hutan”, meneruskan Rasminah, "tetapi bisa meloloskan diri dari Parta dan kawannya itu. Beruntung saya bisa cari perlindungan dirumahnya tuan Husin, yang sekarang antarkan saya kemari, sesudahnya tuan Husin kasi ajaran yang pantas pada Parta dan gundalnya”.
"Tuan Husin?” menanya Hadijah. "Siapa itu tuan dan mana ia sekarang?”
Husin samperkan Hadijah dan berkata:
"Saya merasa sukur sekali sudah bisa memberikan pertolongan pada nona Rasminah. Saya harap saja yang buat hari kemudian ia tidak nanti dapat gangguan lagi dari itu pemuda ceriwis”
"Tuan ini siapa dan tinggal dimana?”
"Saya bernama Husin, berasal dari Betawi, tapi sekarang sedang melakukan pekerjaan mengukur hutan disebelah barat sini buat tuan tanah, karena saya ada menjadi landmeter”.
"Ya, saya musti membilang terima kasih pada tuan buat tuan punya pertolongan pada Rasminah. Kalau tidak ada tuan, saya tidak tahu apa sudah terjadi pada dirinya saya tidak tahu apa sudah terjadi pada dirinya saya punya keponakan itu, karena sudah lama Parta ada taroh hati pada Rasminah yang sudah tidak mau ladeni padanya. Baik jeega kita sekarang akan lekas pindah ke Betawi, hingga tausah mesti dapat gangguan lebih jauh lagi dari dianya”.
Husin menengok pada Rasminah, siapa ketika itu sedang mengawaskan padanya, tapi buru-buru tundukkan kepalanya dengan paras berobah merah melihat Husin ada mengengok padanya. Sesudah berdiam sesa’at, Husin berkata lagi pada Hadijah:
"Nyonya, apakah boleh saya datang kunjungi nyonya dan nona Rasminah disini selama nyonya belum pindah ke Betawi?”
Rasminah tinggal tundukkan kepalanyya ketika Husin majukan itu pertanyaan pada Hadijah, siapa tidak lantas menyahut, hanya berpikir dulu sesa’at, kemudian dengan sedikit sangsi baru berkata:
"Kalau tuan mau datang menamu tentu sekali kita tiada keberatan sutu apa, asal saja tuan tidak but cela'an pada saya punya rumah, yang tidak karuan macam ini”.
Mendengar jawabannya Hadijah, hatinya Rasminah jadi girang, tapi tinggal terus tundukkan kepalanyya, karena kuatri metanya nanti beradu lagi dengan matanya Husin, pada siapa hatinya merasa sangat tertarik.
"Terima kasih buat nyonya punya izin itu. Begitu saya ada tempo saya nanti datang mengunjungi nyonya disini. Sebab saya musti urus pekerjaan saya, izinkanlah saya berlalu dulu”.
Setahu kenapa, hatinya Husin pun merasa tertarik pada Rasminah. Banyak gadis ia kenal, antaranya barangkali ada yang lebih cantik dari Rasminah dan juga lebih terpelajar, tapi belum pernah ia rasakan hatinya memukul lebih keras dari pada ketika lagi berhadapan dengan Rasminah.
"Itu Husin rupanya ada seorang yang sopan dan tahu aturan, Ras”, begitulah Hadijah berkata ketika Husin sudah berlalu”.
"Ya, bibi”, menyahut Rasminah, "ia ada sangat sopan berbeda jauh dengan Parta yang ceriwis”.
"Kau sudah besar, Ras”, berkata Hadijah, "dan tidak lama lagi temponya buat kau menikah akan sampai. Sebagai seorang yang mengalamai banyak pahit dan getirnya dunia aku mau nasehatkan sama kau supaya jangan sembarangan jatuh cinta, sebab kau masih mauda dan aku ingin singkirkan duri-duri yang delalu beserta sama sedapnya percibtaan dari pengalamanmu, kalah bisa”.
Parasnya Rasminah jadi berobah merah ketika mendengar itu ucapan, tapi ia tinggal diam saja sembari tundukkan kepala, tidak sahuti perkataanya sang bibi.
"Aku tidak mau larang kau cintakan orang. Ras, sebab itor sudah jamknya dan buat orang-orang muda, mencinta dan dicinta ada madunya penghidupan”, meneruskan Hadijah ketika Rasminah tinggal diam saja, "Aku cuma mau peringatkan kau supaya jangan turutkan saja hati yang sedang mencinta dengan tidak menggunakan lagi kau punya pikiran yang waras. Kau harus berlaku teliti akan memilih suami, sebab aku tidak bisa melihat akan mengasi bantuan yang perlu pada kau”.
"Terima kasih, bibi, buat nasehat itu”, menyahut Rasminah dengan suara perlahan. "Saya nanti perhatikan itu dengan segenap hati dan pikiran”.
"Aku cintakan kau, Ras”, meneruskan Hadijah. "lebih-lebih dari anakku sendiri. Aku ingin sekali supaya dalam penghidupanmu jangan sampai kau alamkan kesukaranya penghidupan yang disebabkan oleh kurang pikir atau tindakan yang keliru. Dari itu, Ras, jika ada apa-apa yang kau merasa sangsi, hal dan minta buah pikiranku”.
"Baik, bibi”, menyahut Rasminah. "Saya tidak nanti lupakan pesanan itu”.
Hadijah tarik Rasminah akan datang semangkin dekat padanya, kemudian rangkul itu gadis dibetulan pinggangnya.
____________
10. Pengaruhnya uang
[sunting]APA GUNANYA aku bayar gaji pada kau jika kau tidak bisa urus pekerjaanmu pada Dul. "Disuruh omongi Kasimin saja tidak bisa beres!”
"Berkali-kali saya sudah bujuk Kasimin akan jual kebonnya”, menyahut Dul dengan merendah, "tapi tidak berhasil, hingga saya terpaksa ambil lain jalan supaya tuan bisa juga dapatkan itu kebon”.
"Lain jalan bagaimana? Bilanglah lekas!” membentak Hassan.
"Itu kebon bukan punyanya Kasimin, hanya akhli warisnya bapa Kasdam, sebab sampai sekarangpun itu kebon masih belum dibalik atas namanya Kasimmin yang bandel itu. Saya sudah cari anaknya bapa Kasdam dan bujuk ia akan jual saja kebonnya pada tuan, tapi rupanya ia masih sangsi akan turut bujukan saya, karena menurut katanya, bapa Kasdam sudah janjikan Kasimin boleh berdiam dan usahakan terus itu tanah sebegitu lama Kasimin mau”.
"Dan apa kau sudah bikin lebih jauh”, menanya Hassan dengan tidak sabar.
"Saya sudah ajak anaknya bapa Kasdam datang disini supaya tuan juga bisa bicara dan bujuk padanya. Ia ada seorang bodoh dan kalau dikasih lihat uang banyak tentu sekali hatinya jadi tertarik dan suka turut kemauan tuan”.
"Mana dia sekarang?” menanya Hassan.
"Ia ada diluar menunggu tuan punya panggilan”, menyahut Dul dengan hati legah.
"Lekas ajak ia masuk kesini”, memerentah Hassan. Selama Dul pergi keluar akan panggil anaknya bapa Kasdam, Hassan buka laci meja tulisnya dan keluarkan dari situ satu kantong yang berisi uang ringgitan dan perakan, kemodian ambil juga segumpulan uang kertas dari lain laci, yang ia taroh diatas meja tulisnya.
"Inilah dia anakya bapa Kasdam, tuan”, berkata Dul ketika datang kembali bersama seorang desa yang kelihannya amat bodoh.
Hassan awaskan itu orang yang diajak oleh Dul dengan teliti, kemudian berkata, sedang tanganyya buat main itu uang ringgitan dan perakan yang terletak diatas meja tulisnya:
"Kau anaknya bapa Kasdam?”
"Betul, tuan”, menyahut itu orang.
"Itu kebon yang sekarang diusahakan oleh Kasimin ada punyamu, bukan?” menanya ia lebih jauh.
"Duluan bapa saya punya, tapi tempo ia mau meninggal ia pesan sama saya akan kasihkan bang 'Min usahakan itu kebon sebegitu lama bang'Min mau”, menyahut Kasdam.
"Apa kau mau jual iteo kebon?” menanya Hasan sembari mengambil beberapa uang ringgitan dari meja tulis dan buat permainkan ditangannya.
"Saya mau jual tapi takut sama dia, sedang itu kebon ada punyamu”, membujuk Hassan. "Dengan menjual itu kebon kau nanti bisa punya banyak uang”.
"Dan kau boleh gunakan itu uang buat kawin dan membeli kerbau beberapa ekor”, Dul campur berkata akan bantu bujuk Kasdam. "juga kau bisa beli pakaian yang bagus-bagus”.
"Kawin saya tidak mau, ’bang Dul, sebab takut”, menjawab Kasdam. "Saya mau beli kerbau saja”.
"Jadi kau mufakat akan jual itu kebon padaku?” menanya Hassan dengan seura girang.
"Saya mau jual kalai bang Min tidak marah”, berkata Kasdam.
"Kenapa ia musti marah, sedang itu kebon bukan punyanya. Kau yang punya kebon, kalau kau mau jual tiada seorang juga bisa halangi kau akan jual itu”.
"Tapi kalau bang Min marah sam asaya bagaimana?” menanya Kasdam, dengan paras bingung. Ia ingin jual itu kebon, supaya bisa punyakan banyak uang, tapi takut sama Kasimin.
"Itu kebon kau punya, kau boleh bikin apa kau suka sama itu, kenapa Kasimin musti marah”, berkata Hassan. "Sekarang bilang saja terus terang apa kau mau jual atau tidak?” Sembari berkata demikian, kembali Hassan permainkan itu uang ringgitan dan perakan, hingga membikin Kasdam jadi lupakan pada Kasimin dan perjanjiannya pada ia punya ayah ketika itu orang tua henda menutup mata. Dengan begitu itu penjualan sudah terjadi dan Kasimin...
____________
11. Terusir
[sunting]KASIMIN tidak tahu bahwa orang sedang berdaya akan curangi iapunya hak buat mengusahakan itu kebon terlebih lama, sebagaimana sudah dijanjikan padanya oleh bapa Kasdam ketika hendak menutup mata. Waktu itu penjualan terjadi, Kasimin sedang tidur dengan nyenyak digubuknya. Ia baru dapat tahu saja tentang itu penjualan beberapa hari kemudian tempo Adung datang padanya dan menanya:
"Kalau kau berlalu dari sini kau mau pindah ke mana, ’bang Min?”
"Pindah dari sini?” menanya Kasimin dengan paras tidak mengerti. "Siapa bilang aku mau pindah?”
"Bukankah ini kebon sudah dijual pada tuan tanah oleh Kasdam?” menegaskan Adung.
"Siapa yang bilang itu?” menanya Kasimin dengan kaget.
"Semua orang dikampung tahu yang Kasdan sudah jual ini kebon pada tuan tanah”, berkata Adung. "Kasdam sekarang ada mempunyai banyak uang dan sudah beli juga beberapa ekor kerbau. Katanya tuan tanah mau bersihkan ini kebon dan suruh 'bang Min lantas berlalu dari sini”.
"Apa betul Kasdam sudah jual ini kebon pada tuan tanah?” menanya Kasimin yang ingin tahu duduknya hal dengan jelas. "Aku tidak percaya yang itu anak sudah langgar pesenan ayahnya dan jual ini kebon dengan tidak berdamai lebih dulu sama aku.”
"Astaga, ’bang Min,” berseru Adung dengan sedikit sengit. "Buat apatah saya justakan ’bang Min dalam ini hal? Saya tokh tidak untung apa-apa kalau saya bohongi ’bang Min. Semua orang tahu yang Kasdamm sudah jual ini kebon dan tuan tanah mau suruh ’bang Min lantas berlalu dari sini. Nah, itu apa,” meneruskan Adung sembari menunjuk kesatu jurusan, "aoakah itu bukan ’bang Dul yang sedang mendatangi kesini dengan diiringi oleh sejumlah kuli-kuli?”
Kasimin melihat kejurusan yang diunjuk oleh Adung dan betul saja disitu ia dapat lihar sejumlah orang sedang mendatangi kejurusan kebonyya, sedan Dul ada jalan paling depan sekali. Melihat itu, -Kasimin lalu lompat bangun, tarik satu golok panjang yang tergantung didinding rumahnya, kemudian, sembari bertereak dengan keras, ia samperkan itu sejumlah orang yang sedang jalan mendatangi kejurusan kebonnya. Dengan tidak menanya sutu apa lebih dulu, Kasimin lalu gunakan goloknya akan babat beberapa puhun yang mengadang dijalanan, sebagi syuga hendak mengasi lihar pada Dul dan orang-orangnya bagaimana tajamnya iapunya golok.
"Jangan ganggu aku punya kebon kalau mau selamat,” bertereak Kasimin dengan paras sebagai orang kalap. "Siapa yang brani masuk kekebunku aku nanti kasi ajaran dengan ini golok.!”
"Janganlah berlaku begitu, Min”,membujuk Dul dengan suara sabar. "Kita dagang disini atas prentahnya tuan tanah buat bersihkan ini kebon, yang ia sudah beli dari akhliwarisnya bapa Kasdam. Kau musti lantas berlalu dari sini dengan baik, kita nanti paksa kau akan keluar dari ini kebon.”
"Apa?” membentak Kasimin dengan sengit. "Aku musti keluar dari ini kebon? Tidak, tidak nanti aku mau berlalu dari sini. Majulah lebih dekat kalau kau mau belajar dengan golokku ini!”
Sembari berkata begitu Kasimin lalu samperkan itu orang-orang, hingga mereka jadi lari simpang siur. karena kuatir kena kelanggar goloknya Kasimin yang rupanya ada sangat tajam. Kasimin kejar mereka sehingga sampai ditepi sungai, hingga Dul dengan orang-orangya terpaksa musti menyoburkan diri kedalam air, supaya bisa menjauhkan diri dari Kasimin yang sedang kalap. Meskipun begitu masih mengeyar terus, sehingga kakinya terjeblos dalam satu lobang dan ia jatuh tengkurup diitu sungai. Goloknya terlepas dari peganganya dan masuk kedalam air!
Melihat Kasimin sudah tidak bersenjata lagi, Dul lalu samperkan padanya, dengan diikuti oleh beberapa orangya, dan mulai serang pada Kasimin. Karena dikerubuti oleh banyak orang, akhirnya Kasimin kena juga dikalahkan oleh mereka, siapa lalu gotong Kasimin ketepi sungai dan lemparkan ia kedalam lumpur.
Selagi Kasimin menggeletak didalam lumpur dalam keadaan lelah, adalah Rasimah dan Husin sedang bersenang-sengan, sebagaimana layaknya orang-orang muda yang sedang menyinta satu-sama-lain, pelsiran di Telaga-Warna dengan menggunakan satu perahu kecil.
Mencinta dan dicinta adalah madunya penghidupannya, demikianlah ada dikata oleh satu penulis yang terkenal dan ini telah dirasakan kebenarannya oleh itu dua pemuda, karena sedari itu hari yang Husin sudah menolong Rasminah dari gangguannya Parta dan Dul, Husin sering sekali datang mengunjungi Hadijah dan Rasminah, kunjungan mana telah berakhir dengan bersaranya bibit percintaan antara itu dua pemuda. Ketika matahari sudah condong ke Barat, barulah itu sepasang merpati pulang kerumah Hadiydah.
"Rasminah”, berkata Husin ketika itu gadis hendak masuk kedalam rumahnya Hadijah dan sebe- lumnya Husin berpamitam padanya, "aku cintakan kau dengan segenap hatiku dan begitu lekas aku sudah dapatkan kedudukan yang lebih baik dan gajiku cukup buat kita berumah tangga, aku nanti lantas majukan lamaran pada bibimu”.
Parasnya Rasminah berobah merah ketika mendengar itu perkataan. Dengan sedikit malu ia menjawab:
"Jangan terburu nafsu, Husin. Aku tidak mau menikah dulu jika bibi belum bisa dapatkan kembali iapunya keberuntungan”
"Jadi kalau ia belum bisa melihat lagi, kau tidak mau menikah dulu, Ras?” menanya Husin. "Inilah keterlaluan!”
"Bukan begitu yang aku maksudkan”, menyahut Rasminah. "Maksudku yaitu jika bibi belum berkumpul kembali sama suaminya aku tidak mau menikah dulu, meskipun juga aku peen cintakan kau dengan segenap hatiku”.
"Kenapa begitu, Ras? Kenapa musti menunggu sampai bibi berkumpul lagi bagaimana?”
"Kau musti bantu cari padanya sampai ketemu”, berkata Rasminah dengan suara tetap.
"Dengan segala senang hati dan dengan sepenuhnya tenaga aku nanti membantu, Ras”, kata Husin, "supaya maksud kita pun bisa lekas kesampaian”.
____________
12. Bertemu
[sunting]DENGAN meninggalnya iapunya ayah, siapa telah merasa menyesal sudah berlaku begitu keras terhadap anaknya, Hadijah sudah mendapat seantero warisannya itu orang tua.
Meskipun sekarang Hadijah, juga Rasminah, ada tinggal dirumah gedong yang besar, dengan perabotan yang lengkap, dan mempunyai banyak uang akan guna hidup sehari-hari. Hadijah masih belum bisa rasakan keberuntungan yang sempurna. Iapunya perasaan menyesal buat perbuatannya terhadap Kasimin dan keinginannya akan bisa berkumpul kembali sama sang suami ada merupakan satu halangan buat satu perasaan beruntung yang lengkap. Hadijah rasakan yang ia tidak akan bisa cicipkan lagi itu keberuntungan sebagaimana ia dan Kasimin telah pernah rasakan, meskipun juga ia dan Kasimin telah pernah rasakan, meskipun juga ia sekarang ada terhitung sebagai seorang perempuan hartawan, jika ia belum bisa bertemu dan berkumpul kembali sama sang suami yang bertahun-tahun lamanya ia selalu rindukan.
Sedari mereka pindah ke Betawi, Husin sering kunjungi Rasminah, tapi sampai sebegitu, jauh masih belum bisa bujuk itu gadis akan turut keinginannya buat lekas-lekas menikah, meski juga Husin sekarang telah mendapat kedudukan lebih besar, Rasminah sudah ambil putusan tetap tidak akan menikah sebelumnya Hadijah bisa berkumpul lagi sama Kasimin.
Dayanya Husin akan mencari Kasimin masih belum juga bisa berhasil, pertama karena ia tidak tahu musti mencari dimana dan kedua sebab ia sendiri dan juga orang-orangnya tapi semua sia-sia saja.
Bukan jarang Husin suka menanya pada dirinya sendiri apakah tidak bisa jadi yang Kasimin itu sudah tidak ada lagi diini dunia yang fana. Kepercayaannya Hadijah bahwa Kasimin masih ada diini dunia memaksa Husin akan, mencari terus, maski juga dengan cuma sedikit pengharapan saja akan bisa berhasil.
"Tapi, Ras”, demikianlah Husin satu hari menanya pada kecintaannya, "bagaimanakah seandainya Kasimin sudah tidak ada lagi diini dunia dan bibimu tidak bisa berkumpul lagi padanya?”
"Bibi, begitu juga aku”, menyahut Rasminah dengan suara tetap, "merasa pasti yang Kasimin masih hidup. Dari itu, Husin, carilah terus sehingga ketemu, jika 'kau betul cintakan aku dan ingin menikah sama aku”.
"Itupun aku telah dan ,masih berbuat, Ras”, berkata Husin sembari menghela napas, "tetapi rasanya ada sangat susah buat bisa ketemukan Kasimin. sebab tiada seorang juga yang mengetahui atau mendapat kabar kemana ia telah pergi sedari berlalu dari sini” .
"Itu betul, tapi kalau kau mencari terus, akhirnya tentu bisa ketemu.” berkata Rasminah sembari tundukkan ,kepalanya.
"Tentu sekali aku nanti mencari terus,” berkata Husin. sembari duduk lebih dekat pada kencintaannya. "cuma saja aku ingin tahu, apatah kalau seandainya Kasimin .sudah tidak ada lagi didunia dan aku bisa dapatkan bukti cukup yang ia betul sudah meninggal, kau nanti suka akan lantas menikah sama aku.”
"Kenapa kau boleh menanya begitu, Husin,” menanya Rasminah dengan perasaan tidak enak ..Apatah
Kau sudah dapatkan keteranqan yang Kasimin sudah meninggal?”
"Aku belum dapat keterangan suatu apa, Ras”, menyahut Husin. "Aku menanya begitu sebab ingin tahu bagaimana jadinya kalau seandainya Kasimin itu sudah meninggal dunia” .
"Sampai sebegitu jauh aku masih belum berpikir”, menyahut Rasminah sembari awaskan orang punya paras muka. "Tapi bibi, begitupun aku, merasa pasti, sebagai juga ada mendapat firasat. yang Kasimin masih hidup”.
Husin tidak menyahut, hanya menghela napas saja, sembari awaskan parasnya Rasminah dengan penuh perasa'an cinta. Kemanakah Kasimin sudah pergi sedari ia dipaksa berlalu dari kebonnya?
Dengan penuh pengrasa’an sedih, tercampur gemas, Kasimin, sembari membawa iapunya gitar dan bungkusan pakaian, Kasimin berlalu dari kebonnya. la tidak tahu kemana musti menuju dan turuti saja kemauan hatinya akan ber jalan, supaya bisa lekas singkirkan diri dari itu tempat, yang baginya sekarang cuma, berupa saja satu kesedihan. Berhari-hari ia berjalan, sehingga sampai disatu tegalan, dimana ada terdapat satu gubuk yang biasa digunakan buat tempat meneduh oleh orang yang mengusahakan kebon. Disitu Kasimin berkenalan dengan seorang desa yang sederhana, orang yang mempunyai itu kebon dan gubuk, dan akhirnya Kasimin dapat perkenan akan berdiam diitu gubuk sebegitu lama ia suka, asal saja ia suka membantu akan melihat-lihat itu kebon.
Meskipun uangnya cuma tinggal sedikit saja, karena hatinya sedanq tertindih kedukaan, Kasimin tidak ingin bekerja suatu apa akan mencari sesuap nasinya. Siang-malam kerjanya tidak lain cuma tidur-banqun saja.
Pada suatu hari, untuk mengutarakan perasa'an hatinya, Kasimin pentil gitarnya sembari menyanyi...
Sesuatu kesukaran,meski bagaimana berat juga, akhirnya tentu musti bergilir dengan malam. Begitupun dengan kesukarannya Kasimin, sebab itu pagi kebetulan sekali Husin yang sedang jalan-jalan didekat itu tempat sudah dapat dengar nyanyiannya Kasimin dan jadi ketarik dengan itu, sebab ia sering dengar Hadijah nyanyikan itu dan juga tahu yang Hadijah sangat gemar dengan lagu tersebut. Husin lalu samperkan Kasimin yang itu ketika sudah rebahkan dirinya disatu bale-bale. Bermula Kasimin tidak mau ladeni pada Husin, hingga pemuda kita musti dekatkan ia dibale-balenya dan sembari berjongkok, berkata:
"’Bang, bangunlah dulu, saya mau ada sedikit bicara”.
Kasimin jadi mendongkol, balikkan kepalanya dan berkata dengan sedikit sengit: "Aku tau kau ini ada orangnya tuan tanah, buat apa musti banyak bicara lagi!”
Husin dengan sabar lalu menyahut: "Saya ini bukan orangnya tuan tanah. Saya hanya mau tanya saja apa abang kenal sama Hadijah”.
Mendengar namanya Hadijah disebut, Kasimin jadi kaget, bangun duduk dibale-balenya dan awaskan Husin seketika lamanya, kemudian menanya: "Kau ini siapa? Dan kenapa boleh sebut namanya Hadijah?”
"Saya ini Husin” menyahut pemuda kita. "Makanya saya tanyakan Hadijah sebab saya kenal satu perempuan yang bernama demikian dan ia itu sering suka nyanyikan itu lagu yang abang barusan mainkan”.
"Kau kenal Hadijah yang suka nyanyikan itu lagu?” menanya Kasimin dengan kaget, sembari lom- pat dari bale-balenya dan ajak itu pemuda keluar gubuk, supaya bisa melihat lebih tegas pada Husin.
"Sabar, ’bang”, menyahut Husin. "jawablah dulu pertanyaan saya, sebelumnya saya kasih keterangan lebih jauh”.
"Apa lagi yang kau mau tanya?” menanya Kasimin dengan tidk sabar. "Tanyalah lekas!”
"Abang ini siapa dan kenapa boleh berdiam diini gubuk yang hampir rubuh?” menanya Husin.
"Aku Kasimin. Makanya aku berdiam disini, sebab sudah dicurangi oleh tuan tanah dan diusir dari kebonku”, menyahut Kasimin. "Itulah sebabnya maka tadi aku telah berlaku kasar pada kau”.
"Oh, kalau begitu abang ini bernama Kasimin,” berkata Husin yang ingin mendapat ketetapan bahwa ini Kasimin betul ada suaminya Hadijah yang ia sudah begitu lama cari. "Dan abang kenal sama Hadijah? Sama ia itu abang pernah apa?”
"Isteriku bernama Hadijah”, menyahut Kasimin dengan suara terharu, "tapi sudah lama kita berpisahakan dan sekarang aku tidak tau apa ia masih ada diini donia atau tidak”.
"Dan itu lagu yang barusan abang nyanyikan”, menanya Husin lebih jauh dengan teliti, "lagu apatah itu, ’bang?"”
"Itu adalah lagu yang oleh Hadijah dan aku dianggap sebagai kita punya symbool percinta’an”, berkata Kasimin sembari menghela napas. "Dari sebab itu juga, saban hari selama aku bernapas aku tentu musti mainkan dan nyanyikan itu lagu”.
"Apa abang masih cintakan itu Hadijah”, menanya Husin lebih jauh, sedang ia sendiri tidak mau kasi keterangan suatu apa dulu pada Kasimin.
"Tentu sekali aku masih cintakan Hadijah”, menyahut Kasimin, "Ia ada perempuan satu-satunya yang aku cintakan diini dunia, meski juga ia telah perlakukan aku dengan secara tidak adil”.
"Tidak adil?” menanya Husin. "Tidak adil bagaimana, ’bang?”
"Ia tau yang aku cintakan padanya dengan segenap hati dan jiwaku,” berkata Kasimin sembari menghela napas, "tapi meski begitu, ia masih cemburukan aku main gila sama lain perempuan dan keluarkan perkataan-perkataan yang melukakan hatiku. Dari sebab itu, dalam kegusaran aku telah tinggalkan padanya dan sedari itu waktu aku selalu kenangkan padanya!”
"Kalau abang selalu kenangkan dan masih cinta pada Hadijah, kenapatah abang tidak mau cari padanya?” menanya Husin.
"Ya, aku pun menyesal sudah tidak berlaku begitu pada beberapa tahun dulu, tapi itu tempo keangkuhanku tidak mengizinkan aku pergi mencari padanya, dan sekarang,” berkata Kasimin sembari napas dan paras menyesal, "aku tidak tau dimana Hadijah ada berdiam, karena dua tahun dulu ketika aku cari ianya di Poncol, ia sudah tidak ada lagi disitu dan tiada seorang juga yang mengetahui ia pindah ke mana”.
"Apa abang akan merasa girang jika bisa bertemu dan berkumpul kembali sama Hadijah?” menanya Husin sembari awaskan Kasimin punya paras muka.
Kasimin tidak menjawab dan awaskan Husin seketika lamanya, sebagai orang henda mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh itu pemuda. Kemudian ia menyahut:
"Kenapa kau menanya begitu? Apa kau tau di mana Hadijah ada berdiam sekarang?”
Husin tidak lantas menyahut, hanya awaskan saja pada Kasimin, hingga ia ini jadi berkata lagi:
"Barusan kau sebut namanya Hadijah, apakah kau kenal padanya dan tahu dimana ia berdiam sekarang? Bilanglah, Husin, bilanglah padaku dimana Hadijah ada berumah sekarang?” Sembari berkata demikian Kasimin pegang dan gonyang-gonyang badannya Husin. sebagai orang hendak paksa itu pemuda kasi tau dimana tempat kediamannya Hadijah.
Sesudah mendapat bukti yang Kasimin itu ada sebetulnya orang yang ia sedang cari, Husin lalu berkata:
"Kalau betul abang masih cintakan Hadijah dan ingin bertemu padanya, marilah abang turut sama saya”.
Kasimin awaskan Husin sebagai orang yang tidak percaya sama pendengarannya sendiri, kemudian lalu menanya:
"Dan kau nanti antarkan aku pada Hadijah? Apakah aku bukan lagi mengimpi, Husin?”
"Tidak, ’bang, kau bukan lagi mengimpi, hanya lagi sedar. Tapi kalau betul abang ingin bertemu sama Hadijah, marilah lekas turut sama saya!”
____________
13. Berkumpul Kembali
[sunting]HADIJAH sedang duduk sendirian dipertengahan rumahnya yang luas dan diperaboti serba bagus.
Sedari pagi ia rasakan hatinya kekedutan, sebagai juga ada alamat bahwa diitu hari bakal terjadi apa-apa yang penting dalam penghidupannya. Ia duduk salah, jalanpun salah, hingga ia tidak tahu musti berbuat apa.
Baru saja ia duduk diitu krosi goyang sembari layangkan pikirannya pada peghidupannya ketika masih bersama-sama Kasimin, kutika Husin datang masuk keitu ruangan dengan diikuti oleh Kasimin, yang kelihatannya jadi bingung, karena tidak tau Husin henda bawa ia kemana.
Tempo melihat Kasimin berdiri bingung didekat pintu melihatin pada Hadijah yang sedang duduk di krosi goyang, Husin lalu samperkan dan tuntun Kasimin ajak ia datang dekat pada Hadijah.
Kasimin kenali pada sang isteri yang ia selalu buat kenangan bertahun-tahun lamanya. Dengan tidak merasa lagi Kasimin lalu jatuhkan dirinya didekatnya Hadijah dan sembari pegang tangannya itu perempuan yang tidak bisa melihat, ia lalu berkata:
"Hadijah, oh, Hadijah, apatah betul aku sedang berhadapan lagi sama kau, atawa aku sekedar mengimpi saja?”
Mendengar suaranya Kasimin, Hadijah jadi mengingat terharu, hingga buat seketika lamanya ia tidak bisa keluarkan sepatah sepatah perkataan juga.
"Hadijah,” berkata lagi Kasimin sembari goyang-goyang badannya sang isteri "Hadijah, apatah kau su- dan tidak kenalin lagi sama aku? jawablah, Hadijah, jawab pertanyaanku!”
Masih juga Hadijah tinggal diam, karena terharunya, hingga Kasimin jadi berkata lagi: "Hadijah, ampunkanlah padaku yang sudah tinggalkan kau dengan secara kejam! Bilanglah, Hadijah, yang kau ampunkan aku!” sembari goyang-goyang lagi badannya Hadijah.
Sebagai orang baru mendusin dari mengimpinya, akhirnya bisa juga Hadijah berkata, sembari pegang tangannya Kasimin:
"Apa betul kau Kasimin, suamiku? Aku tokh lagi sedar, bukannya lagi mengimpi!”
"Ya, Hadijah, aku ini Kasimin yang selalu kenangkan kau!”
Mendapat itu jawaban dari Kasimin, Hadijah jadi menangis tersedu-sedu, begitu juga Kasimin, tapi ini kali mereka menangis bukan karena duka, hanya karena kegirangan. Dengan tidak perdulikan lagi pada Husin yang sedari tadi tinggal berdiri bingung mengawaskan kelakuan mereka, Hadijah dan Kasimin saling rangkul satu sama lain sembari menangis.
Mendengar suara tangisannya iapunya bibi, Rasminah memburu keluar, tapi dibetulan pintu ia jadi berdiri diam sebagai orang kasima, ketika melihat Hadijah sedang merangkul seorang yang ia tidak kenal sembari menangis. Husin goyangkan tangannya, sebagai tanda supaya Rasminah jangan ganggu itu dua orang, kemudian ia samperkan itu gadis dan tuntun Rasminah jalan keloar dari itu ruangan.
____________
14. Surga Ketujuh
[sunting]BEBERAPA hari telah berlalu, hari-hari yang buat Hadijah dan Kasimin ada merupakan sebagai surga. Mereka saling tuturkan pengalaman mereka, ceritakan punya kedukaan, mereka punya rindu dan mereka punya pengharapan supaya bisa bertemu lagi diini dunia. Tidak bosannya mereka ceritakan bagaimana mereka sudah selalu nyanyikan itu lagu "Surga Ketujuh"’ yang oleh mereka dianggap sebagai satu symbool dari mereka punya percintaan yang suci dan kekal.
Itu hari Hadijah dan Kasimin sedang duduk beromong-omong dipertengahan rumah ketika Husin dan Rasminah datang masuk keitu ruangan. Melihat yang Hadijah dan Kasimin sedang berada disitu, mereka sudah hendak jalan keluar lagi, tapi Hadijah yang meski tidak bisa melihat, sudah dapat dengar mereka dan tempo Rasminah sudah berada didekatnya, lalu pegang tangannya itu gadis dan berkata:
"Rasminah, sekarang aku sudah dapatkan kembali aku punya peruntungan. Aku ingin supaya kau pun bisa turut rasakan itu. Apakah yang kau inginkan sekarang, Ras?”
Rasminah tidak tahu menjawab apa dan tinggal diam saja, hingga Hadijah yang sudah bisa menerka perasaan hatinya sang keponakan, lalu berkata lagi:
"Kalau kau rasa kaupun bisa merasa beruntung, sebagaimana aku rasakan sekarang, dengan menikah sama Husin, dengan segala senang hati aku izinkan kau akan lantas kawin sama itu pemuda yang sudah menjadi sebab dari aku punya keberuntungan sekarang.”
Kembali Rasminah tidak menjawab, hanya tundukkan saja kepalanya, tapi Husin yang ada berdiri di dekatnya,sudah lantas menyahut:
"Terima kasih, bibi, buat perkenan itu. Saya dan Rasminah tentu akan merasa sangat beruntung jika sudah menikah. Kita nanti turut tuladannya bibi buat tinggal setia satu sama lain sehingga elmaut pisahkan kita dari ini dunia.”
Kasimin awaskan Husin dan Rasminah dengan penuh perhatian dan musti aku, dalam hatinya, bahwa itu dua pemuda ada pasangan yang setimpal betul. Pada Husin ia berkata: "Aku doakan supaya kau dan Rasminah bisa hidup dengan rukun dan penuh keberuntungan selama-lamanya.”
Hadijah turut berkata: "Ya, aku pun doakan supaya kau berdua selalu berada dalam keberuntungan yang tidak disertakan dengan segala duri-durinya percintaan, sebagaimana pengalamanku!”
TAMAT.
Film yang sekarang lagi dikerjakan oleh Tan's Film Coy., dengan Rukiah dan jumata dalam hoofdrollen, ada berkalimat
R O E K I H A T I
yang bukunya tidak lama lagi akan diterbitkan juga oleh kita.
____________
Foto: TAN'S FILM.