Lompat ke isi

Pacaran

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tuhan Memberkati oleh artis Inggris Edmund Leighton, 1900: memperlihatkan ksatria berlapis baja meninggalkan istri/kasih sayang dia untuk perang.

Pacaran (bahasa Inggris: courtship) adalah periode perkenalan antara dua individu sebelum perkawinan atau hubungan romantis de facto.[1] Pacaran secara tradisional dapat dimulai setelah pertunangan dan dapat berakhir dengan perkawinan. Pacaran mungkin hal informal dan privat antara 2 orang atau mungkin hal publik, atau berupa perjodohan dengan persetujuan keluarga. Dulu, waktu pertunangan formal, peran pria adalah untuk "merayu" seorang wanita dan mengajak dia untuk memahami prianya dan pertimbangan dia terhadap lamaran perkawinan.

Pacaran sebagai praktik sosial adalah fenomena yang relatif baru, dan hanya muncul dalam beberapa abad terakhir. Dari pandangan antropologi dan sosiologi, pacaran terkait dengan institusi sosial lain seperti perkawinan dan keluarga yang telah berubah cepat, karena dipengaruhi efek kemajuan teknologi dan ilmu kedokteran. Selama masyarakat berevolusi dari pemburu-pengumpul menjadi masyarakat yang beradab, ada banyak perubahan terhadap hubungan antar-orang. Bahkan, imperatif biologis bahwa seorang wanita dan pria harus bersetubuh untuk prokreasi manusia sedang dilewati oleh fertilisasi dalam vivo.

Sejarah

Dulu, perkawinan di sebagian besar masyarakat diatur oleh orangtua dan kerabat tua dengan tujuan pewarisan dan "kestabilan ekonomi dan aliansi politik", bukan cinta, menurut para antropolog.[2] Oleh karena itu, tidak ada kebutuhan periode uji coba sementara seperti pacaran sebelum hubungan permanen yang diakui komunitas dibentuk antara pria dan wanita. Walaupun berbagai jenis pasangan diakui oleh sebagian besar masyarakat sebagai hubungan sosial yang cocok, perkawinan dibatasi ke pasangan heteroseksual dan memiliki sifat transaksional, dimana istri sering menjadi bentuk properti yang ditukarkan antara ayah dan suami, dan harus melayani fungsi reproduksi. Di Eropa, masyarakat menekan orang untuk berpasangan; di Tiongkok, masyarakat "menuntut orang melakukan perkawinan sebelum memiliki hubungan seksual"[3] dan banyak masyarakat menemukan bahwa suatu hubungan yang diakui secara resmi antara pria dan wanita adalah cara terbaik membesarkan dan mendidik anak sekaligus menghindari konflik dan kesalahpahaman mengenai kompetisi untuk pasangan.

Pertemuan rahasia antara Romeo dan Julia dalam drama Shakespeare. Lukisan oleh Sir Frank Dicksee, 1884

Umumnya, selama banyak sejarah tercatat peradaban manusia, dan hingga Abad Pertengahan di Eropa, perkawinan dipandang sebagai pengaturan bisnis antar-keluarga, sementara percintaan adalah sesuatu yang terjadi di luar perkawinan secara diam-diam, seperti pertemuan rahasia.[4] Buku abad ke-12 Seni Cinta Bahaduri mengatakan "Tidak ada tempat cinta sejati antara suami dan istri".[4] Menurut salah satu pandangan, pertemuan rahasia antara pria dan wanita, secara umum di luar/sebelum perkawinan, adalah pendahulu pacaran sekarang.[4]

Sejak sekitar tahun 1700, pergerakan global[rujukan?] yang mungkin dapat dideskripsikan sebagai "pemberdayaan individu"[butuh rujukan] muncul dan memicu emansipasi wanita dan kesetaraan individu. Pria dan wanita menjadi lebih setara secara politik, finansial, dan sosial di banyak negara. Pada awal abad ke-20, wanita perlahan-lahan mendapatkan hak suara (pertama di negara bangsa pertama Norwegia pada 1913), memiliki properti, dan mendapatkan perlakuan hukum yang sama, dan perubahan tersebut menyebabkan dampak besar terhadap hubungan pria-wanita dan pengaruh orangtua menurun. Dalam banyak masyarakat, individu dapat memilih sendiri apakah mereka sebaiknya menikah, siapa yang mereka nikahi, dan kapan mereka menikah dalam "ritual pacaran dimana wanita muda menghibur penelpon pria, biasanya di rumah, di bawah pengawasan pendamping",[5] tetapi di banyak negara Barat, pacaran mulai menjadi aktivitas yang dimulai sendiri dengan 2 orang muda bepergian bersama sebagai pasangan di masyarakat. Namun, pacaran masih banyak bervariasi menurut negara, kebiasaan, agama, teknologi, dan kelas sosial, dan pengecualian penting mengenai kebebasan individu masih ada karena banyak negara masih melakukan perjodohan, meminta harta sesan, dan melarang hubungan sesama jenis. Walaupun menonton film bersama, makan bersama, dan bertemu di rumah kopi dan tempat lain, serta buku panduan strategi pacaran untuk pria & wanita populer di banyak negara,[6] di bagian dunia lain, seperti Asia Selatan dan banyak bagian Timur Tengah, bersendirian di masyarakat sebagai pasangan tidak hanya dilarang tetapi bahkan bisa mengakibatkan salah satu orang dikucilkan secara sosial.

Buku 1849 The Whole Art of Polite Courtship; Or the Ladies & Gentlemen's Love Letter Writer[a] menunjukkan pentingnya surat cinta dalam pacaran abad ke-19 dengan tujuan perkawinan.[7] Buku ini mengandung 31 sampel surat cinta untuk pria dan wanita dalam karier yang berbeda, kiranya bagi pembaca untuk mencari inspirasi ketika menulis korespondensi romantis mereka sendiri. Buku etiket, seperti buku Etiquette of Courtship and Matrimony[b] tahun 1852, menjelaskan cara pantas menemui kekasih, berpacaran, mengadakan upacara pernikahan, berbulan madu, dan menghindari argumen.[8]

Pada abad ke-20, pacaran kadang-kadang dipandang sebagai pendahulu perkawinan, tetapi itu juga dapat dilihat sebagai tujuan akhir itu sendiri, yaitu aktivitas sosial informal seperti pertemanan. Itu umumnya terjadi sebelum perkawinan,[9] tetapi seiring kekekalan perkawinan berkurang dengan adanya perceraian, pacaran juga dapat terjadi pada waktu yang lain. Orang lebih banyak bergerak.[10] Teknologi yang cepat berkembang memiliki peran yang sangat besar: teknologi komunikasi baru seperti telepon,[11] Internet,[12] dan pesan teks[13] memungkinkan pertemuan direncanakan tanpa kontak wajah-ke-wajah. Mobil memperluas jangkauan pacaran serta memungkinkan eksplorasi seksual di tempat duduk belakang.

Pada pertengahan abad ke-20, munculnya pengaturan kelahiran dan prosedur aborsi yang lebih aman mengurangi tekanan menikah sebagai cara memenuhi keinginan seksual. Jenis hubungan baru terbentuk; orang dapat hidup bersama tanpa perkawinan dan tanpa anak. Informasi seksualitas manusia bertambah, dan dengan itu penerimaan semua jenis orientasi seksual yang konsensual menjadi lebih umum. Sekarang, institusi pacaran terus cepat berevolusi dan muncul kesempatan dan pilihan baru terutama melalui pacaran online.[butuh rujukan]

Manusia telah dibandingkan dengan spesies lain dalam hal perilaku seksual. Neurobiolog Robert Sapolsky [en] membuat spektrum reproduksi, dengan sisi satunya berupa spesies turnamen, dimana jantan bersaing secara sengit untuk hak istimewa reproduksi dengan betina, dan sisi satunya lagi berupa ikatan pasangan, dimana jantan dan betina membentuk ikatan sepanjang kehidupan mereka.[14] Menurut Sapolsky, manusia agak berada di tengah spektrum ini, artinya manusia membentuk ikatan pasangan, tetapi ada kemungkinan perselingkuhan atau pergantian pasangan.[14] Pola perilaku spesies-spesies tersebut memberikan konteks untuk aspek reproduksi manusia, termasuk pacaran. Namun, salah satu ciri khas spesies manusia adalah ikatan pasangan sering dibentuk tanpa keinginan reproduksi. Pada masa modern, penekanan institusi perkawinan, secara tradisional dideskripsikan sebagai ikatan pria-wanita, telah mengaburkan ikatan pasangan sesama jenis dan transgender dan fakta bahwa banyak pasangan heteroseksual berpasangan seumur hidup tanpa anak atau pasangan yang punya anak dapat bercerai. Oleh karena itu, konsep perkawinan sedang berubah di banyak negara.                                       

Pandangan

Islam

Dalam pandangan Islam, pacaran atau pergaulan bebas dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang menekankan pada kesucian hubungan antara pria dan wanita. Pergaulan bebas dalam hal ini mencakup segala bentuk hubungan antara pria dan wanita yang melampaui batasan syariat tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah.[15]

Al-Qur'an dengan tegas melarang umat Islam mendekati zina, yang merupakan perbuatan dosa besar. [16]Allah berfirman:

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."

— (QS. Al-Isra' 17:32)

menurut para ulama Sunni memahami ayat ini sebagai dasar bahwa segala bentuk pergaulan yang dapat mengarah pada zina, seperti pergaulan bebas, harus dihindari. Ulama Sunni sepakat bahwa menjaga jarak antara pria dan wanita yang bukan mahram sangat penting untuk mencegah terjadinya fitnah dan dosa.[16]

Salah satu prinsip yang diajarkan dalam Islam adalah pentingnya menjaga hijab atau batasan dalam interaksi antara pria dan wanita yang bukan mahram.[17] Ulama Sunni seperti Imam Al-Ghazali dan Imam As-Suyuti mengajarkan bahwa menjaga kesucian dan kehormatan dalam pergaulan adalah bagian dari ketaatan kepada Allah. Hal ini meliputi larangan untuk berdua-duaan (khalwat) dan melakukan kontak fisik yang tidak halal.[17]

Hadis Muhammad juga menekankan hal ini:

Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.”

— (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini dijadikan acuan oleh para ulama Sunni untuk menekankan pentingnya menjaga interaksi yang sesuai syariat, guna menghindari terjadinya perbuatan maksiat.

Ulama Sunni, berpendapat bahwa pergaulan bebas memiliki dampak negatif yang luas, tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Kerusakan moral Pergaulan bebas dinilai dapat merusak moral individu, terutama jika hubungan yang terjalin hanya didasari nafsu tanpa adanya komitmen yang sah.[18]Pergaulan bebas sering kali menimbulkan masalah sosial, seperti kehamilan di luar nikah, aborsi, dan ketidakjelasan status anak.[19]Pergaulan bebas juga dapat menyebabkan desas-desus dan fitnah yang merusak reputasi seseorang, baik pria maupun wanita.[20]

Aktivitas & durasi

"Pacaran di Bagian Selatan" oleh pelukis Amerika Eastman Johnson (1824–1906)

Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh tradisi individu-individu dalam masyarakat yang terlibat. Dimulai dari proses pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan afeksi yang ekslusif. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan yang dianut oleh seseorang. Pacaran mungkin tidak ada, seperti kasus beberapa perjodohan dimana pasangan tidak bertemu sebelum upacara pernikahannya.

Di Britania Raya, polling 3.000[21] pasangan telah bertunang/kawin menunjukkan bahwa durasi rata-rata antara pertemuan pertama dan lamaran perkawinan yang disetujui adalah 2 tahun dan 11 bulan,[21][22] sementara wanita merasa siap untuk menyetujui lamaran dalam (rata-rata) 2 tahun dan 7 bulan.[21] Mengenai durasi antara pelamaran dan upacara pernikahan, poll di atas memberikan rata-rata 2 tahun dan 3 bulan.[22]

Tradisi

Dalam sebagian besar budaya yang dipengaruhi Eropa, pacaran biasanya kasual, namun dalam sebagian masyarakat tradisional, pacaran adalah aktivitas yang sangat terstruktur dengan aturan formal yang sangat spesifik.

Dalam beberapa masyarakat, orangtua atau komunitas mengusulkan pasangan potensial dan kemudian membolehkan pacaran terbatas untuk menentukan apakah pasangannya cocok. Di Jepang, ada jenis pacaran bernama Omiai, dengan praktik yang serupa bernama "Xiangqin" (相親) di Tiongkok Raya.[23] Orangtua menggunakan pencari jodoh untuk memberikan gambar dan résumé pasangan potensial, dan apabila pasangan setuju, ada pertemuan formal yang dihadiri pencari jodoh dan seringkali orangtua.[23] Pencari jodoh dan orangtua sering menekan pasangan untuk menentukan apakah mereka ingin menikah setelah beberapa kencan.

Pacaran di Filipina memiliki jenis pacaran yang kompleks. Tidak seperti masyarakat lain, pacaran di sana jauh lebih lembut dan tidak langsung.[24] Ada tahapan-tahapan, dan pacaran yang berlangsung selama setahun atau lebih dianggap normal. Pria umum mengirim surat dan puisi cinta, menyanyikan lagu romantis, dan membeli hadiah untuk wanita. Orangtuanya juga dipandang sebagai bagian dari praktik pacaran, karena persetujuan mereka umum diperlukan sebelum pacaran dapat dimulai/sebelum wanita memberikan pria jawaban kepada rayuan dia.[24]

Dalam masyarakat yang lebih tertutup, pacaran hampir dieliminasi oleh praktik perjodohan[23] dimana pasangan dipilih untuk orang muda, biasanya oleh orangtua mereka. Melarang pacaran eksperimental dan serial dan hanya menyetujui perjodohan sebagian berupa cara menjaga kesucian orang muda dan sebagian berupa cara memajukan keinginan keluarga, yang mungkin dianggap lebih penting daripada preferensi romantis individual.[25]

Sepanjang sejarah, pacaran sering termasuk tradisi seperti menukarkan valentine, korespondensi tertulis (difasilitasi oleh pembuatan layanan pos pada abad ke-19), dan tradisi berbasis komunikasi lain.[26] Namun selama beberapa dekade terakhir, konsep perjodohan telah berubah atau bercampur dengan jenis kencan lain, termasuk di dunia Timur dan India. Pasangan potensial memiliki kesempatan bertemu dan berkencan satu sama lain sebelum menentukan apakah ingin melanjutkan hubungan mereka.

Pacaran dalam teori sosial

Pacaran digunakan oleh beberapa ahli teori untuk menjelaskan identitas seksual dan proses pembentukan jenis kelamin. Penelitian ilmiah pacaran dimulai pada 1980-an, setelah itu peneliti akademik mulai mengusulkan teori mengenai praktik dan norma pacaran modern. Peneliti menemukan bahwa, tidak seperti yang dipercaya, pacaran biasanya dipicu dan dikontrol oleh wanita,[27][28][29][30][31] utamanya didorong oleh perilaku non-verbal, yang direspon oleh pria. Salah satu fungsi cinta romantis adalah pacaran.[32]

Ini secara umum didukung oleh ahli teori lain yang berspesialisasi dalam studi bahasa badan.[33] Tetapi ada beberapa sarjana feminis yang menganggap pacaran sebagai proses sosial (yang dipimpin oleh pria) yang diorganisasikan untuk menaklukkan wanita.[34][35] Contohnya, Farrell melaporkan bahwa 98% pembaca majalah perkawinan dan fiksi percintaan adalah wanita.[36] Penelitian sistematis proses pacaran dalam tempat kerja[37] serta 2 studi 10-tahun yang meneliti norma dalam letak internasional yang berbeda[38][39] tetap mendukung pandangan bahwa pacaran adalah proses sosial yang menyosialisasikan kedua jenis kelamin untuk menerima jenis hubungan yang memaksimalkan peluang berhasil membesarkan anak.

Layanan kencan komersial

Selama teknologi semakin maju, cara berkencan juga berubah. Dalam Time-line oleh Metro, sebuah bisnis statistik pertunangan dibuka pada 1941, acara kencan TV realita pertama dikembangkan pada 1965, dan pada 1980-an, kencan video diperkenalkan kepada masyarakat.[40] Kencan video adalah sebuah cara untuk orang lajang untuk duduk di depan kamera dan memberi tahu siapapun yang menonton mengenai diri sendiri. Proses eliminasi signifikan karena sekarang pelihat bisa mendengar suara mereka, melihat wajah mereka dan melihat bahasa badan mereka untuk menentukan ketertarikan fisik terhadap kandidatnya.

Dalam kencan online, individu membuat profil yang meliputi informasi personal, foto-foto, hobi, minat, agama dan harapan. Kemudian pengguna dapat mencari ratusan ribu akun dan menghubungi beberapa orang secara bersamaan, yang memberikan pengguna lebih banyak opsi dan kesempatan untuk mencari seseorang yang memenuhi standar mereka. Kencan online telah mempengaruhi ide pilihan. Dalam Modern Romance: An Investigation (Percintaan Modern: Sebuah Investigasi), Aziz Ansari menyatakan bahwa dalam sepertiga perkawinan di Amerika Serikat antara 2005–2012, orang pertama kali bertemu melalui layanan kencan online.[41] Sekarang ada ratusan website kencan dan ada juga website untuk keperluan tertentu seperti Match, eHarmony, OkCupid, Zoosk, dan ChristianMingle. Aplikasi mobile, seperti Grindr dan Tinder memungkinkan pengguna mengupload profil yang kemudian dinilai oleh pengguna lain. Dalam profil, pengguna dapat menggeser ke kanan (yang menandakan minat) atau ke kiri (yang memberikan kandidat lain).

Teknologi

Peta aplikasi media sosial paling populer, per negara. Facebook dominan pada 2019.

Internet sedang mengubah cara orang-orang bertemu; Facebook, Skype, WhatsApp, dan aplikasi lain telah memungkinkan koneksi jarak jauh.

Alat pacaran online adalah cara alternatif bertemu pasangan potensial.[42][43] Banyak orang mengugnakan aplikasi smartphone seperti Tinder, Grindr, atau Bumble yang memungkinkan pengguna menyetujui atau menolak pengguna lain melalui 1 geser jari.[44] Beberapa kritikus mengatakan bahwa algoritma pencomblangan tidak sempurna dan "tidak lebih baik daripada peluang" untuk mengidentifikasi pasangan cocok.[44] Orang lain mengusulkan bahwa kecepatan dan ketersediaan teknologi yang muncul mungkin merusak kesempatan pasangan untuk memiliki hubungan jangka panjang yang berarti karena mencari pasangan pengganti mungkin menjadi terlalu mudah.

Pada hewan

Penyu hijau yang sedang "berpacaran"

Banyak spesies hewan memiliki ritual pemilihan pasangan yang secara antropomorfik juga bisa disebut sebagai "pacaran". Pacaran pada hewan mungkin melibatkan peragaan percumbuan, yang biasanya berupa tarian atau sentuhan yang rumit, vokalisasi, atau pertunjukan keindahan atau kecakapan bertarung. Kebanyakan pacaran hewan terjadi di luar pandangan manusia dan sering kali perilaku hewan sedikit didokumentasikan. Salah satu hewan yang ritual pacarannya dipelajari dengan baik adalah burung namdur, yang pejantannya membangun "kantong" dari benda-benda yang dikumpulkan.

Dari sudut pandang ilmiah, "pacaran" di kerajaan hewan adalah proses di mana spesies yang berbeda memilih pasangannya untuk tujuan reproduksi. Secara umum, laki-laki memulai pacaran, dan perempuan memilih untuk kawin atau menolak laki-laki berdasarkan kualitas tertentu yang dimilikinya.

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Bahasa Indonesia: Seluruh Seni Pacaran Sopan; Atau Penulis Surat Cinta Pria & Wanita
  2. ^ Bahasa Indonesia: Etiket Pacaran dan Perkawinan

Catatan kaki

  1. ^ Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut (lihat halaman 542) adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.
  2. ^ Kris Paap; Douglas Raybeck (2005). "A Differently Gendered Landscape: Gender and Agency in the Web-based Personals" [Lanskap Berbeda Gender: Jenis Kelamin dan Agensi pada Hal Pribadi Berbasis Web]. Electronic Journal of Sociology. CiteSeerX 10.1.1.107.993alt=Dapat diakses gratis. most marriages in the world are arranged...
    [sebagian besar perkawinan di dunia berupa perjodohan...]
     
  3. ^ "Parents explore dating scene for choosy children" [Orangtua menjelajahi tempat kencan untuk anak yang rewel]. China Daily. 2005-11-11. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-04-29. Diakses tanggal 2010-12-09. ... in earlier times society demanded people get married before having a sexual relationship.
    [pada zaman dahulu masyarakat menuntut orang melakukan perkawinan sebelum memiliki hubungan seksual.]
     
  4. ^ a b c "Raw dater" [Penkencan mentah]. The Guardian. 24 Januari 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-09. Diakses tanggal 2010-12-08. ..."True love can have no place between husband and wife," ...
    [..." Tidak ada tempat cinta sejati antara suami dan istri," ...]
     
  5. ^ Brenda Wilson (8 Juni 2009). "Sex Without Intimacy: No Dating, No Relationships" [Seks Tanpa Keintiman: Tanpa Kencan, Tanpa Hubungan]. National Public Radio. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-25. Diakses tanggal 2010-12-08. Dating itself ... evolved out of a courtship ritual where young women entertained gentleman callers, usually in the home, ...
    [Kencan sendiri ... berevolusi dari ritual pacaran dimana wanita muda menghibur penelpon pria, biasanya di rumah, ...]
     
  6. ^ Maureen Dowd quoting poet Dorothy Parker (2005). "What's a Modern Girl to Do?" [Apa yang Harus Dilakukan oleh Gadis Modern?]. The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-10. Diakses tanggal 2010-12-08. ...What our grandmothers told us about playing hard to get is true. ...
    [...Apa yang dikatakan nenek kita mengenai bermain keras untuk mendapatkannya itu benar. ...]
     
  7. ^ The Whole Art of Polite Courtship; Or the Ladies & Gentlemen's Love Letter Writer: Being a Complete Collection of Information and Advice on the Subject of Love, with New Hints to be Observed for the Choice of a Husband [Seluruh Seni Pacaran Sopan; Atau Penulis Surat Cinta Pria & Wanita: Koleksi Informasi dan Saran Mengenai Cinta yang Lengkap, dengan Petunjuk-Petunjuk Baru yang Diperhatikan untuk Pemilihan Suami] (dalam bahasa Inggris). Webb. Millington & Company. 1849. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2023-03-15. 
  8. ^ The Etiquette of Courtship and Matrimony: with a Complete Guide to the Forms of a Wedding (dalam bahasa Inggris). Etiket Pacaran dan Perkawinan: dengan Panduan Lengkap Jenis Upacara Pernikahan: George Routledge and Son. 1852. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 2023-03-15. 
  9. ^ "Raw dater" [Penkencan mentah]. The Guardian. 24 Januari 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-09. Diakses tanggal 2010-12-08. 24 was the average age for a person to get married in 1851....
    [24 adalah umur rata-rata seseorang menikah pada 1851....]
     
  10. ^ Neil Offen (13 Februari 2010). "Sociologists: Internet dating on the rise" [Sosiolog: Kencan Internet meningkat]. The Herald-Sun. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-24. Diakses tanggal 2010-12-08. ..."But people are moving more now, they're not getting married at 22 and they are removed from their traditional social networks for mate selection..."
    [..."Namun sekarang orang lebih banyak bergerak, mereka tidak menikah pada usia 22 tahun dan mereka dikeluarkan dari jaringan sosial tradisional mereka untuk pemilihan pasangan..."
     
  11. ^ Chester F. Jacobson (7 Februari 2010). "A long-ago first date: More than 60 years later, would that special girl remember me?" [Kencan pertama dahulu kala: Lebih dari 60 tahun kemudian, akankah gadis spesial itu mengingat saya?]. Boston Globe. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-23. Diakses tanggal 2010-12-09. After the movie, Finney and I took Helen home to her mother, ....
    [Setelah filmnya, Finney dan saya membawa Helen pulang ke ibunya, ....]
     
  12. ^ Sharon Jayson (2010-02-10). "Internet changing the game of love" [Internet mengubah game cinta]. USA Today. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-28. Diakses tanggal 2010-12-08. "The rise of the Internet as a way of meeting people makes a bit of an end run around family," ...
    ["Bangkitnya internet sebagai cara bertemu dengan orang lain mengurangi pentingnya keluarga," ...]
     
  13. ^ Vanessa Fuchs (16 Juni 2010). "Shy guys switching on to text message courtship – and girls say it's OK" [Pria pemalu pindah ke pacaran melalui pesan teks – dan wanita mengatakan itu OK]. Courier-Mail. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-16. Diakses tanggal 2010-12-14. ... men are more likely than women to ‘flirtext’ but for those who consider themselves in a relationship, women are more likely to engage in the activity.
    [... pria lebih banyak 'flirtext' (main mata melalui pesan teks) daripada wanita namun untuk orang yang berada dalam hubungan, wanita lebih banyak 'flirtext'.]
     
  14. ^ a b Robert Sapolsky (2005). "Biology and Human Behavior: The Neurological Origins of Individuality, 2nd edition" [Biologi dan Perilaku Manusia: Asal Usul Neurologis Individualitas, edisi ke-2]. The Teaching Company. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-08-24. Diakses tanggal 2010-12-07. (lectures on CD-audio)
    [(ceramah dalam CD-audio}]
     
  15. ^ Thomas, Maria Carmelita Patricia; Maria, Cindy (2021-05-10). "Studi Komparatif Mengenai Mindset antara Pria/Wanita yang Terikat Pernikahan dan Pria/Wanita yang Bercerai di Kota Bandung". TAZKIYA: Journal of Psychology. 9 (1): 64–75. doi:10.15408/tazkiya.v9i1.18939. ISSN 1412-1735. 
  16. ^ a b Fatih, Muhammad (2019-08-16). "Pendidikan Seks dalam Al-Qur'an; Perspektif Tafsir Tarbawi tentang Larangan Mendekati Zina". Ta'dibia: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam. 8 (2): 7–14. doi:10.32616/tdb.v8.2.176.7-14. ISSN 2088-4540. 
  17. ^ a b Majri, Athifa Khalisha; Khairani, Uswah; Zahara, Putri; Nurjanah, Nyai Ai; Wismanto, Wismanto (2024-01-23). "Pentingnya Pendidikan Menjaga Aurat Antara Mahram dalam Islam". MARAS: Jurnal Penelitian Multidisiplin. 2 (1): 163–176. doi:10.60126/maras.v2i1.165. ISSN 2987-811X. 
  18. ^ Jundiyana, Haniyah; Rakhmaditya Dewi Noorizki (2024-01-28). "Kelekatan di Masa Dewasa Awal pada Individu yang Menjalin Hubungan tanpa Komitmen". Flourishing Journal. 4 (1): 21–30. doi:10.17977/um070v4i12024p21-30. ISSN 2797-9865. 
  19. ^ Kudrat (2016-04-01). "STATUS ANAK DI LUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF SEJARAH SOSIAL". PETITA: JURNAL KAJIAN ILMU HUKUM DAN SYARIAH. 1 (1). doi:10.22373/petita.v1i1.78. ISSN 2549-8274. 
  20. ^ Kusnadi, Kusnadi; Khatimah, Khusnul; Saputra, Arham Hadi (2021-10-30). "Gibah dan Fitnah dalam Pandangan Islam". RETORIKA : Jurnal Kajian Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3 (2): 149–158. doi:10.47435/retorika.v3i2.744. ISSN 2715-2103. 
  21. ^ a b c "Average man proposes after three years Diarsipkan 2020-08-25 di Wayback Machine." (Pria rata-rata melamar setelah 3 tahun), Marie Claire, 18 Februari 2008.
  22. ^ a b "Average man takes 3 years to propose Diarsipkan 2008-05-04 di Wayback Machine." (Pria rata-rata membutuhkan waktu 3 tahun untuk melamar), Metrosexual, Sunday, 17 Februari 2008.
  23. ^ a b c Thelmaw, Ritgerõ (September 2015). "Courtship in Japan and Iceland" [Pacaran di Jepang dan Islandia] (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 5 Juni 2016. Diakses tanggal 15 Mei 2016. 
  24. ^ a b "COURTSHIP IN PHILIPPINE CULTURE" [PACARAN DALAM BUDAYA FILIPINA]. www.phrasebase.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Februari 2020. Diakses tanggal 13 Mei 2016. 
  25. ^ "Reading: Marriage and Courtship Patterns | Sociology" [Membaca: Pola Perkawinan dan Pacaran | Sosiologi]. courses.lumenlearning.com. Diakses tanggal 28 Desember 2021. 
  26. ^ Maurer, Elizabeth (2017), The History of Romance, National Women's History Museum  .
  27. ^ Cohen, L. L.; Shotland, R. L. (1996). "Timing of first sexual intercourse in a relationship: Expectations, experiences, and perceptions of others" [Waktu persetubuhan pertama dalam hubungan: Ekspektasi, pengalaman, dan persepsi orang lain]. Journal of Sex Research. 33 (4): 291–299. doi:10.1080/00224499609551846. 
  28. ^ Simpson, J. A.; Gangestad, S. W. (1992). "Sociosexuality and Romantic Partner Choice" [Sosioseksualitas dan Pilihan Pasangan Romantis]. Journal of Personality. 60: 31–51. doi:10.1111/j.1467-6494.1992.tb00264.x. 
  29. ^ Perper, T. (1985) Sex Signals: The Biology Of Love (Sinyal Seks: Biologi Cinta), Philadelphia, ISI Press.
  30. ^ Moore, N. (1985). "Nonverbal courtship patterns in women: contact and consequences" [Pola pacaran nonverbal dalam wanita: kontak dan akibatnya]. Ethology and Sociobiology. 6 (4): 237–247. doi:10.1016/0162-3095(85)90016-0. 
  31. ^ Peplau, L. A.; Rubin, Z.; Hill, C. T. (1977). "Sexual Intimacy in Dating Relationships" [Keintiman Seksual dalam Hubungan Kencan]. Journal of Social Issues. 33 (2): 86–109. doi:10.1111/j.1540-4560.1977.tb02007.x. 
  32. ^ Bode, Adam; Kushnick, Geoff (2021). "Proximate and Ultimate Perspectives on Romantic Love" [Perspektif Terdekat dan Ultimate terhadap Cinta Romantis]. Frontiers in Psychology (dalam bahasa English). 12: 573123. doi:10.3389/fpsyg.2021.573123alt=Dapat diakses gratis. ISSN 1664-1078. PMC 8074860alt=Dapat diakses gratis Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 33912094 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  33. ^ Pease, A. and Pease, B. (2004) The Definitive Book Of Body Language (Buku Definitif Bahasa Badan), London: Orion Books.
  34. ^ Hearn, J. & Parkin, W. (1987) Sex at work: The power and paradox of organisation sexuality (Seks dalam pekerjaan: Kekuatan dan paradoks seksualitas organisasi), Brighton: Wheatsheaf.
  35. ^ Connell, R. W. (1995) Gender and Power (Jenis Kelamin dan Kekuatan), Cambridge: Polity Press.
  36. ^ Farrell, W. (2000) Women Can’t Hear What Men Don’t Say (Wanita Tidak Bisa Mendengar Apa yang Tidak Dikatakan Pria), New York: Tarcher/Putnam.
  37. ^ Williams, C. L.; Guiffre, P. A.; Dellinger, K. (1999). "Sexuality in the Workplace: Organizational Control, Sexual Harassment and the Pursuit of Pleasure" [Seksualitas dalam Tempat Kerja: Kontrol Organisasional, Penganiayaan Seksual dan Pengejaran Kenikmatan]. Annual Review of Sociology. 25: 73–93. doi:10.1146/annurev.soc.25.1.73. 
  38. ^ Molloy, J. (2003) Why Men Marry Some Women and Not Others (Mengapa Pria Menikah dengan Beberapa Wanita dan Tidak Yang Lain), London: Element.
  39. ^ Buss, D. M., Abbott, M., Angleitner, A., Biaggio, A., Blanco-Villasenor, A., BruchonSchweittzer, M. [& 45 additional authors] (1990). "International preferences in selecting mates: A study of 37 societies [Preferensi internasional memilih pasangan: Sebuah studi 37 masyarakat]". Journal of Cross-Cultural Psychology, 21: 5–47.
  40. ^ Mulshine, Molly. "The 80s version of Tinder was 'video dating' — and it looks incredibly awkward" [Versi 80-an Tinder adalah "kencan video" — dan itu terlihat sangat aneh]. Tech Insider. 
  41. ^ Ansari, Aziz (2015). Modern Romance [Percintaan Modern]. New York, New York: Penguin Press. hlm. 79. ISBN 978-1-59420-627-6. 
  42. ^ Lgbt Identity and Online New Media [Identitas Lgbt dan Media Baru Online]  – Halaman 235, Christopher Pullen, Margaret Cooper – 2010
  43. ^ Gaydar Culture: Gay Men, Technology and Embodiment in the Digital Age [Budaya Gaydar: Pria Gay, Teknologi dan Perwujudan Diri pada Era Digital]  – Halaman 186, Sharif Mowlabocus – 2010
  44. ^ a b CQ Press, CQ Researcher, Barbara Mantel, Online dating: Can apps and algorithms lead to true love? [Kencan online: Apakah aplikasi dan algoritma bisa menuntun Anda ke cinta sejati?] Diarsipkan 2016-08-25 di Wayback Machine., Diakses 12 Juni 2016, "...Yet some researchers say matchmaking algorithms are no better than chance for providing suitable partners.[butuh rujukan] At the same time, critics worry that the abundance of prospective dates available online is undermining relationships..." ["... Tetapi beberapa peneliti mengatakan bahwa algoritma pencomblangan tidak lebih baik daripada peluang untuk memberikan pasangan yang cocok.[butuh rujukan] Kritikus sekaligus khawatir bahwa banyaknya kencan online potensial merusak hubungan..."]

Bacaan lanjutan

Pranala luar