Pemilihan Presiden Indonesia 1998
Pemilihan Presiden Indonesia 1998 | |||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
10 Maret 1998 | |||||||||||||||||
649 suara anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia[a] 433 suara anggota[1][b] untuk menang | |||||||||||||||||
Kandidat | |||||||||||||||||
Hasil suara
| |||||||||||||||||
Peta persebaran suara
Suara Majelis Permusyawaratan Rakyat
Soeharto: 604 kursi Abstain: 45 kursi | |||||||||||||||||
|
Pemilihan presiden Indonesia 1998 adalah suatu pemungutan suara untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 1998–2003. Secara tradisi, Golongan Karya sebagai fraksi dengan kursi terbanyak di Majelis Permusyawaratan Rakyat sejak 1971 mengusung Soeharto sebagai calon presiden. Alhasil, Soeharto kembali mempertahankan kursi kekuasaan dan dilaksanakan pelantikan pada 10 Maret 1998.
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Menjelang pemilihan presiden 1998, sosok Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menjadi simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru. Kondisi ini kemudian menyebabkan terjadinya konflik internal di PDI, hingga terjadinya Peristiwa Kudatuli pada 27 Juli 1996. Kerusuhan ini terjadi karena kelompok pro-Megawati menguasai kantor utama DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Kelompok yang mengaku sebagai pendukung Soerjadi, kemudian menyerang dan berusaha menguasai DPP PDI. Setelah peristiwa tersebut, perlawanan terhadap Soeharto semakin masif. Pendukung PDI yang kemudian bergabung dengan pendukung Partai Persatuan Pembangunan merasa jenuh dengan kepemimpinan Soeharto menggaungkan Mega-Bintang pada pemilihan umum 1997.
Namun, upaya ini gagal setelah Golongan Karya berhasil memenangkan pemilihan umum 1997. Setelah itu, Soeharto juga kembali terpilih sebagai presiden dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Maret 1998 yang membuat perlawanan semakin masif. Mahasiswa kemudian melakukan Aksi Demonstrasi di Jakarta, Surakarta dan Medan. Alhasil, Tekanan Internasional maupun dalam negeri membuat Pengunduran diri Soeharto sebagai presiden pada Mei 1998
Dan Bacharuddin Jusuf Habibie terpilih menjadi Wakil Presiden.
Setelah kejadian tersebut, Wakil Presiden, Bacharuddin Jusuf Habibie, Diangkat menjadi presiden Indonesia, Sampai pilpres selanjutnya. [2] [3]
Perhitungan suara
[sunting | sunting sumber]Pemilihan Presiden
[sunting | sunting sumber]Calon | Partai | Fraksi | Suara | % | |
---|---|---|---|---|---|
Soeharto | Golongan Karya | Fraksi Karya Pembangunan Fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia |
604 | 93,06 | |
Total | 604 | 100% | |||
Suara sah | 604 | 93,06 | |||
Suara tidak sah | 0 | 0,0 | |||
Abstain | 45 | 6,94 |
Pemilihan Wakil Presiden
[sunting | sunting sumber]Calon | Partai | Fraksi | Suara | % | |
---|---|---|---|---|---|
Bacharuddin Jusuf Habibie | Golongan Karya | Fraksi Karya Pembangunan Fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia |
649 | 100,00 | |
Total | 649 | 100% | |||
Suara sah | 645 | 100,0 | |||
Suara tidak sah | 0 | 0,0 | |||
Abstain | 0 | 0,0 |
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Catatan
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Penerangan, Republik Indonesia, Departemen. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, tahun 1973. hlm. 49. Diakses tanggal 29 December 2022.
- ^ Pratama, Aswab Nanda (8 Januari 2019). Galih, Bayu, ed. "Saat Para Capres Alternatif Diusung untuk Melawan Soeharto". Kompas.com. Kompas.com. Diakses tanggal 10 Oktober 2020.
- ^ Firdausi, Fadrik Aziz (24 April 2019). ""Sejarah Pemilu 1997: Usaha Gagal Melanggengkan Kuasa Soeharto"". Tirto.id. hlm. all. Diakses tanggal 8 September 2021.